Sepenggal
Cerita Indahnya Kebersamaan Pondok Pesantren
Tiiitt..
bunyi suara jam arloji membuyarkan lamunanku sejenak, Ku lihat jam sudah
menujukkan tepat pukul 17.00 WIB. Dimana sang senja sebentar lagi akan tiba dan
sang matahari seakan siap untuk kembali ke singgasana peristirahatannya setelah
lelah bekerja seharian menerangi sang bumi.
Sejenak
ku perhatikan aktifitas para santri sore itu. Di antara mereka ada yang sedang
sibuk menyapu halaman sembari memebersihkan lumpur got yang warnanya sudah
begitu hitam dan mengeluarkan aroma yang tak sedap. Ada juga beberapa anak santri
yang sedang berlarian sambil menenteng bola dengan mengenakan baju kotor,
berlarian begitu saja tanpa menghiraukan mereka yang sedang kebagian piket
kebersihan. Sedangkan dari kejauhan terlihat segerombolan santri putri dengan
mengenakan kain mukena berwarna putih bersih sambil menggenggam kitab suci
Al-Qur’an berjalan beriringan hendak pergi ke masjid. Bagaikan sosok bidadari
anggun nan cantik yang rasanya ingin segera dijadikan istri idaman bagi
siapapun yang melihatnya. Dari arah toak masjid, terdengar lantunan shalawat
yang dilantunkan dengan begitu indahnya, seakan membuat hati ini menjadi begitu
nyaman dan tentram. Ditambah dengan sejuknya angin seolah memberikan salam sapa
untuk para penghuninya membuat lingkungan ini menjadi benar-benar begitu nyaman
meskipun sangat jauh dari daerah perkotaan. Setelah puas melihat kegiatan
santri dari ruang guru, Kembali ku lanjutkan petualanganku untuk menelusuri
bagian pondok yang selama dua tahun belakangan ini aku tak jumpa dengannya.
Di
bagian belakang pondok terdapat ruangan dapur berbentuk kotak, yang tengah hari
tadi menjadi saksi kemaluan terparah yang pernah ku alami seumur hidup. Bagaimana
tidak, ketika aku mencoba membantu santri putri untuk membawakan peralatan
dapur tiba-tiba kaki ku terpeleset karena licinnya ubin yang penuh dengan sabun
cuci. Dengan begitu bokongku pun mendarat begitu sempurna di iringi suara
jatuhnya peralatan dapur yang kubawa, sontak membuat adik kelas ku tertawa
terbahak-bahak akibat melihat kejadian konyol tersebut. Akupun menjadi salah
tingkah sambil menahan rasa sakit yang amat linu dibagian bokongku, Sekejap akupun
menjadi tontonan hiburan bagi mereka. Ruangan ini memang dijadikan para santri
untuk memasak nasi dan aneka macam lauk pauk untuk santapan para santri ketikan
jadwal makan telah tiba. Ruangan ini hanya memiliki satu ventilasi yang membuat
ruangan ini menjadi begitu pengap dan berbau asap, akan tetapi karena piket
memasak ini di lakukan bersama-sama membuat semua yang mereka lakukan menjadi
begitu indah dan menyenangkan meskipun baju mereka mejadi bau asap, mata perih,
dan wajah menjadi hitam berminyak.
Dari
ruangan kelas lantai tiga terdengar suara santri sedang membaca ayat suci
Al-Qur’an dengan begitu khusyu’ dan merdu. Di ruangan ini para santri belajar
menuntut ilmu dengan bimbingan seorang ustad/guru. Ketika pagi, kelas ini penuh
dan sunyi karena di dalam sana para santri dengan khidmatnya mendengarkan
penjelasan materi dari gurunya. Akan tetapi ketika sang guru berhalangan untuk
hadir maka kelas ini berubah bagaikan pasar yang berisik dan ramai, suara itu
di timbulkan dari para santri yang sedang asyik bercanda, mengobrol, bahkan
berlarian di ruangan kelas untuk mengisi waktu kosong mereka sambil menunggu
bunyi bel istirahat yang selalu mereka tunggu untuk sekedar jajan di warung
mpok imah.
Dari
atas kelas terlihat ruangan asrama putra, yang didalamnya para santri terlihat begitu
sibuk mempersiapkan diri mereka masing-masing untuk segera pergi ke masjid. Ruangan
itu biasa digunakan para santri untuk melepas lelah setelah melakukan berbagai
macam aktifitas di pondok. Di ruangan tersebut tersusun puluhan lemari yang
tidak semua lemari ada pintunya, tembok ruangan pun di hiasi dengan pakaian
santri yang digantung, seolah menjadi tempat bersarang nyamuk dan sanak
keluarga yang paling nyaman.
Para
santri telah selesai menjalankan tugas piket kebersihannya. Mereka segera masuk
ke masjid untuk segera shalat berjamaah dengan yang lainnya. Matahari pun sudah
lenyap dan hanya sedikit sinarnya yang tersisa. Tak lama kemudian adzan maghrib
pun dikumandangkan oleh salah seorang santri sebagai peringatan bahwa waktu
maghrib telah tiba. Sebentar lagi kelas ini akan ramai kembali oleh aktifitas
santri yang akan mengaji kitab habis isya nanti, seluruh lampu di daerah masjid
dan lapangan di nyalakan membuat daerah pondok menjadi terang kembali. Di dalam
masjid, ratusan santri duduk berjejer rapih sambil mendengarkan adzan yang
dikumandangkan. Aktifitas pondok ini terus akan berjalan sampai jam sepuluh
malam nanti, semuanya akan terus belajar, belajar, dan belajar mengenai arti
kehidupan yang sesungguhnya. Sampai mereka nanti mengerti dan paham bagaimana
menjalani kehidupan dengan baik dan sesuai dengan ridha Allah SWT. Mungkin
setidaknya mereka lebih baik dibandingkan dengan segerombolan anak muda di luar
sana yang pekerjaannya hanya mabuk-mabukan dan tawuran. Dan ku harap kelak,
mereka semua mampu menjadi penerus bangsa yang cerdas dan berakhlaq, agar pada
nantinya mereka dapat menggantikan para pemimpin negri ini yang konon katanya lebih
mementingkan perutnya sendiri daripada kebutuhan rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar