Jumat, 03 April 2015

Zaky Mubarak 1113046000118 (Deskripsi Pengembangan Spasi dan Waktu)



Sepenggal Cerita Indahnya Kebersamaan Pondok Pesantren

Tiiitt.. bunyi suara jam arloji membuyarkan lamunanku sejenak, Ku lihat jam sudah menujukkan tepat pukul 17.00 WIB. Dimana sang senja sebentar lagi akan tiba dan sang matahari seakan siap untuk kembali ke singgasana peristirahatannya setelah lelah bekerja seharian menerangi sang bumi.

Sejenak ku perhatikan aktifitas para santri sore itu. Di antara mereka ada yang sedang sibuk menyapu halaman sembari memebersihkan lumpur got yang warnanya sudah begitu hitam dan mengeluarkan aroma yang tak sedap. Ada juga beberapa anak santri yang sedang berlarian sambil menenteng bola dengan mengenakan baju kotor, berlarian begitu saja tanpa menghiraukan mereka yang sedang kebagian piket kebersihan. Sedangkan dari kejauhan terlihat segerombolan santri putri dengan mengenakan kain mukena berwarna putih bersih sambil menggenggam kitab suci Al-Qur’an berjalan beriringan hendak pergi ke masjid. Bagaikan sosok bidadari anggun nan cantik yang rasanya ingin segera dijadikan istri idaman bagi siapapun yang melihatnya. Dari arah toak masjid, terdengar lantunan shalawat yang dilantunkan dengan begitu indahnya, seakan membuat hati ini menjadi begitu nyaman dan tentram. Ditambah dengan sejuknya angin seolah memberikan salam sapa untuk para penghuninya membuat lingkungan ini menjadi benar-benar begitu nyaman meskipun sangat jauh dari daerah perkotaan. Setelah puas melihat kegiatan santri dari ruang guru, Kembali ku lanjutkan petualanganku untuk menelusuri bagian pondok yang selama dua tahun belakangan ini aku tak jumpa dengannya.

Di bagian belakang pondok terdapat ruangan dapur berbentuk kotak, yang tengah hari tadi menjadi saksi kemaluan terparah yang pernah ku alami seumur hidup. Bagaimana tidak, ketika aku mencoba membantu santri putri untuk membawakan peralatan dapur tiba-tiba kaki ku terpeleset karena licinnya ubin yang penuh dengan sabun cuci. Dengan begitu bokongku pun mendarat begitu sempurna di iringi suara jatuhnya peralatan dapur yang kubawa, sontak membuat adik kelas ku tertawa terbahak-bahak akibat melihat kejadian konyol tersebut. Akupun menjadi salah tingkah sambil menahan rasa sakit yang amat linu dibagian bokongku, Sekejap akupun menjadi tontonan hiburan bagi mereka. Ruangan ini memang dijadikan para santri untuk memasak nasi dan aneka macam lauk pauk untuk santapan para santri ketikan jadwal makan telah tiba. Ruangan ini hanya memiliki satu ventilasi yang membuat ruangan ini menjadi begitu pengap dan berbau asap, akan tetapi karena piket memasak ini di lakukan bersama-sama membuat semua yang mereka lakukan menjadi begitu indah dan menyenangkan meskipun baju mereka mejadi bau asap, mata perih, dan  wajah menjadi hitam berminyak.

Dari ruangan kelas lantai tiga terdengar suara santri sedang membaca ayat suci Al-Qur’an dengan begitu khusyu’ dan merdu. Di ruangan ini para santri belajar menuntut ilmu dengan bimbingan seorang ustad/guru. Ketika pagi, kelas ini penuh dan sunyi karena di dalam sana para santri dengan khidmatnya mendengarkan penjelasan materi dari gurunya. Akan tetapi ketika sang guru berhalangan untuk hadir maka kelas ini berubah bagaikan pasar yang berisik dan ramai, suara itu di timbulkan dari para santri yang sedang asyik bercanda, mengobrol, bahkan berlarian di ruangan kelas untuk mengisi waktu kosong mereka sambil menunggu bunyi bel istirahat yang selalu mereka tunggu untuk sekedar jajan di warung mpok imah.

Dari atas kelas terlihat ruangan asrama putra, yang didalamnya para santri terlihat begitu sibuk mempersiapkan diri mereka masing-masing untuk segera pergi ke masjid. Ruangan itu biasa digunakan para santri untuk melepas lelah setelah melakukan berbagai macam aktifitas di pondok. Di ruangan tersebut tersusun puluhan lemari yang tidak semua lemari ada pintunya, tembok ruangan pun di hiasi dengan pakaian santri yang digantung, seolah menjadi tempat bersarang nyamuk dan sanak keluarga yang paling nyaman.
Para santri telah selesai menjalankan tugas piket kebersihannya. Mereka segera masuk ke masjid untuk segera shalat berjamaah dengan yang lainnya. Matahari pun sudah lenyap dan hanya sedikit sinarnya yang tersisa. Tak lama kemudian adzan maghrib pun dikumandangkan oleh salah seorang santri sebagai peringatan bahwa waktu maghrib telah tiba. Sebentar lagi kelas ini akan ramai kembali oleh aktifitas santri yang akan mengaji kitab habis isya nanti, seluruh lampu di daerah masjid dan lapangan di nyalakan membuat daerah pondok menjadi terang kembali. Di dalam masjid, ratusan santri duduk berjejer rapih sambil mendengarkan adzan yang dikumandangkan. Aktifitas pondok ini terus akan berjalan sampai jam sepuluh malam nanti, semuanya akan terus belajar, belajar, dan belajar mengenai arti kehidupan yang sesungguhnya. Sampai mereka nanti mengerti dan paham bagaimana menjalani kehidupan dengan baik dan sesuai dengan ridha Allah SWT. Mungkin setidaknya mereka lebih baik dibandingkan dengan segerombolan anak muda di luar sana yang pekerjaannya hanya mabuk-mabukan dan tawuran. Dan ku harap kelak, mereka semua mampu menjadi penerus bangsa yang cerdas dan berakhlaq, agar pada nantinya mereka dapat menggantikan para pemimpin negri ini yang konon katanya lebih mementingkan perutnya sendiri daripada kebutuhan rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar