EMIR RAMADHAN
1113046000071
Ruang 3.3.14
Pagi itu,
adalah pagi yang menegangkan. Setelah berkutat di jalanan Jakarta yang macet
sampai juga aku di kampus. Karena masih di minggu-minggu awal pekuliahan, aku
masih belum hafal betul jadwal dan ruangan perkuliahan. Dengan cepat aku
bergegas menuju gedung fakultasku, Fakultas Syariah dan Hukum. Sadar betul
bahwa aku sudah terlambat.
Sambil menunggu
lift turun ke lantai dasar, aku melihat kembali jadwal perkuliahan yang telah
kusimpan di handphone. Ketika aku melihat bahwa ruangan ku berada di 3.3.14 aku
merasa rugi berdesak-desakkan menunggu lift hingga turun ke lantai dasar,
karena ruangan itu terletak di lantai 3. Hanya naik dua lantai dari lantai
dasar, dan akan sampai lebih cepat jika dibandingkan dengan aku yg sekarang
sedang menunggu lift.
Tanpa membuang
banyak waktu lagi, aku segera berlari menuju ke lantai 3.Tidak sulit menemukan ruang 3.3.14, selain karena
setiap ruangan sudah diberi papan ruangan, aku sudah hafal betuk letak ruangan
itu. Letaknya tepat disamping mushallah lantai 3. Dengan kecepatan level
mahasiswa sayang absen, aku sudah sampai didepan ruang 3.3.14. Kuraba halus
pintu kayu ruangan tersebut sembari mengatur nafas. Sedikit kuarahkan mataku melongok kedalam ruangan
melalui kaca usang yang terlihat seperti sudah lama tak dibersihkan, diantara
pintu kayu yang sedaritadi kuelus tanpa sebab.
Karena kupikir
situasi yang aman, dengan santai kubuka pintu ruangan sambil melangkah santai
menuju kursi terdepan, kursi yang tersisa untuk mereka yang terlambat. Baru
beberapa langkah dari pintu, akupun tersadar kondisi kelas menjadi hening dan
semua mata tertuju padaku. Kurasa ada yang salah, kulirik mataku ke kiri,
melihat kearah meja dosen yang terletak di pojok kelas. Lirikanku disambut
dengan tatapan tajam dalam diam sang Dosen yang duduk rapi di kursi Dosen. Posisi
itu memang tidak terjangkau kaca pintu tadi.
Dengan penuh
keberanian, aku berjalan menuju meja dosen dengan maksud meminta maaf karena
sudah datang terlambat. Sinar proyektor sesaat menyorotku ditengah perjalanan,
seakan menegur halus diriku. Dengan santun aku memohon maaf atas kesalahanku.
Desir angin dingin dari dua AC yang terletak di jendela yang mengarah keluar,
menambah kesan tegang pagi itu. Permohonan maafku diterima dan dibalas dengan
sindiran halus oleh dosenku, disambut gelak tawa dari 49 mahasiswa lainnya.
Dengan cepat
aku melangkah menuju kursi yang berada paling depan, satu satunya kursi yang
tersisa, terletak di depan lemari ukuran tanggung di depan kelas. Segera
kukeluarkan buku catatanku, untuk mencatat materi kuliah di papan tulis. Dalam
hati aku berjanji, tidak akan mengulangi kesalahanku pagi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar