Kebahagiaan Yang Kudapati
Ada sebuah cerita di dalam kampung kecil. Di sebuah kampung itu hidup lah seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang bernama Devia, sebutlah itu aku. aku hidup bersama ibuku yang bernama Syarani, bapak ku sudah terlebih dahulu meninggalkan kami sejak beberapa tahun yang lalu di karenakan suatu penyakit yang di deritanya. Saat ini aku duduk di bangku sekolah kelas IX, di sebuah sekolah Negeri yang letak nya tidak jauh dari tempat tinggalku. Aku tinggal di sebuah rumah yang sederhana. Walaupun sekarang aku hidup hanya dengan ibuku, tapi aku tetap bersyukur bisa merasakan kehangatan di keluarga kecilku. Ibuku setiap hari nya bekerja sebagai mencari barang-barang bekas. Aku merasa kasihan kepada ibuku yang setiap hari harus mencari uang untuk membiayai sekolahku dan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. “buu..seharusnya aku membantu pekerjaan ibu agar ibu tidak sendirian bekerja..” ucapku kepada ibuku dengan wajah penuh rasa kasihan. Ibuku lalu menjawab dengan wajah yang optimis “tak usah nak, kamu sekolah saja yang pintar, kelak kamu menjadi orang yang berilmu dan akan mengangkat derajat keluarga kita”
Aku serasa ingin membantu ibuku, aku belajar dengan giat dan penuh semangat. Terkadang jika ada waktu luangku setelah menuntut ilmu, aku ingin membantu meringankan beban ibuku. Aku sering mengumpulkan barang-barang bekas , lalu menjualnya. Dari hasil yang aku dapatkan itu, aku dapat membeli sendiri peralatan sekolahku dan sebagian uangnya aku tabung. Karena uang yang ibuku dapatkan tidak cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Makan saja dengan lauk yang sederhana. “syukuri saja apa yang allah berikan sekarang, diluar sana banyak orang-orang yang lebih kurang dari pada kita” bicara ibu yang menguatkan aku pada saat kedaan seperti ini.
Pada pagi hari yang sejuk, saat itu aku ingin berangkat ke sekolah, aku berjalan perlahan-lahan sambil menikmati indah nya suasana pagi yang masih di selimuti embun dan suara burung-burung yang hinggap di pepohonan. Langkahku terhenti sejenak karena ada nenek tua di pinggir jalan, ia terlihat kelaparan. Melihat nenek itu aku merasa kasihan. “nek, sedang apa disini?” ucapku menanyakan keadaan nenek itu. “nenek cape nak, nenek belum makan, jadi nenek duduk disini!” suara nenek yang serasa lemas sekali. Lalu aku mengeluarkan bekal makanan dan minuman yang aku bawa dari rumah. “aku berikan saja untuk nenek ini yaah?” aku bicara dalam hati. “ini nek, ambil saja untuk nenek makan agar tidak kelelahan.”. nenek itu menerima pemberianku “ terima kasih nak, kamu memang anak yang baik!" aku merasa senang bisa membantu nenek itu lalu nenek itu menghabiskan makanan yang kuberikan. Lalu aku pamit meninggalkan nenek itu, dan kembali meneruskan perjalanan menuju sekolah. “nek..aku pamit berangkat ke sekolah dulu yaa...”. nenek itu berucap kembali padaku “terima kasih nak, nenek doa kan supaya kelak kamu menjadi anak yang berhasil”
Setibanya di sekolah, aku langsung menuju kelas, disaat pelajaran berlangsung aku dengan baik mendengarkan dan menangkap penjelasan-penjelasan materi yang guru berikan. Disaat bel istirahat berbunyi aku memilih untuk ke perpustakaan sekolah. Temanku mengajak ke kantin sekolah “dev, kita jajan beli makanan atau minuman yukk ke kantin.?”. aku menjawab dengan wajah tersenyum “iyah..terimakasih kamu aja duluan, aku mau ke perpustakaan aja membaca buku untuk menambah wawasan ilmu.”
Pada hari libur, aku menghabiskan waktuku dengan kegiatan membantu ibuku untuk membersihkan rumah. Ketika sore hari aku mengambil air dari sumur yang letak nya beberapa meter dari halaman belakang rumahku, air itu nanti nya di gunakan untuk minum dan mandi.
Kini malam hari datang dengan banyak bintang di langit.”subhanaallah..indah sekali pemandangan angkasa malam ini” takjubku melihat ke atas langit. Aku belajar untuk menghadapi ujian sekolah mata pelajaran matematika besok pagi. Aku ingin mendapatkan nilai yang sangat baik, agar ibuku senang karena anak satu-satunya ini bisa menjadi anak yang pandai. Saat ujian matematika telah tiba, aku dapat mengerjakan jawaban soal dengan mudah. Berbeda dengan teman sebelahku, sebut saja namanya Dino yang kelihatannya bingung mencari jawaban soal kesana kemari karena belum belajar sebelumnya.”kamu kenapa kok belum di isi kertas jawabannya?”. “iya aku semalam belum megang buku sama sekali karena aku menonton televisi hingga larut malam”
Hasil ujian matematika telah dibagikan. Keinginanku tercapai, aku mendapatkan nilai yang tertinggi dikelas yaitu mendapatkan nilai 100, sedangkan teman sebelahku gelisah menunggu pembagian kertas ujiannya karena tidak bisa mengerjakan soal dengan isian yang benar. Ia mendapatkan nilai 50. Ibu guru menyuruh Dino untuk belajar kepadaku agar niali-nilai nya lebih baik lagi. Dino tidak mau dengan perintah yang dianjurkan oleh gurunya, ia membantahnya karena Dino menganggap tanpa bantuan aku ia pasti bisa mendapatkan nilai yang lebih baik. Sesampainya aku dirumah, aku memperlihatkan hasil ulangannya tadi kepada ibunya. Ibunya sangat senang karena anaknya selalu mendapatkan nilai yang baik.”ibu...ibuu, ini hasil ujianku tadi, aku memberikan nilai ini untuk ibu.” Aku berlari menuju ibuku yang sedang duduk didapur mencuci piring dengan perasaan semangat. “waaahh pandai sekali kamu nak, pertahankan terus nilai kamu”
Suatu ketika aku terpilih untuk mewakili dari sekolahanku. Aku terpilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat antar SMP. Dino yang mendengar berita itu merasa kesal kepadaku. Ia menyindirku bahwa hal itu hanya keberuntungan yang aku dapat sementara saja. Sudah sering juga aku mengikuti lomba cerdas cermat di berbagai sekolahan. Sesampainya dirumah ibuku telah meyiapkan dua cangkir susu hangat untu diminum bersamaku. Sebagai hadiah keberhasilanku walaupun hanya perayaan yang sangat sederhana. Aku merasa senang sekali, karena bisa membuat ibuku bangga terhadap prestasiku.” Terima kasih ya Allah telah memberikan keberhasilan kepada anakku” ibuku memanjatkan doa dan mata nya berkaca-kaca.
Setelah beberapa hari libur sekolah, karena semua staff karyawan di sekolah sedang mengadakan rapat Dinas. Aku kembali lagi masuk sekolah, dan aku mendapat perlakuan yang sangat baik dari teman-temanku dan semua guru-guruku. Disaat ada perlombaan lagi, aku berusaha agar dia bisa membanggakan sekolahnya dan ibunya juga. Aku benar-benar harus teliti dalam menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh para juri. Kali ini aku tak seberapa membanggakan, aku mendapat juara ke 2, ibuku dan kepala sekolah masih merasa bangga kepadaku. Aku merasa kecewa, tapi aku tidak boleh putus asa atas ketidakberhasilanku untuk menjadi juara 1. Dino mengejekku “ kenapa kamu kali ini tidak bisa membanggakan sekolahan kita untuk menjadi juara ke-1?”. Lalu aku menjawab “ mungkin ini nasib yang sedang diberikan oleh Allah kepadaku, untuk berusaha lagi supaya menjadi orang yang berhasil.”. “arrgggh..itu paling hanya alasanmu saja.!” Dino berbicara dan kemudian meninggalkanku begitu saja tanpa mendengarkan lagi penjelasan dariku.
Suatu hari ketika, di sekolahku ada pengumuman bahwa untuk membuat anak-anak penerus bangsa rajin menulis dan membaca. Dinas Pendidikan mengadakan suatu kegiatan seperti lomba membuat cerpen. Dengan aturan tema-tema yang telah ditentukan dan harus mencapai seribu kata, dan hasil dari karyanya sendiri. Setiap sekolah diambil 1 pemenang cerpen yang terbaik dan cerpen yang lainnya dibukukan, kemudian diletakkan di perpustakaan sekolah. Setelah itu akan diseleksi manakah sekolahan yang cerpennya paling terbaik. Dan akan mendapatkan sebuah piagam, uang tunai, dan cerpennya akan diterbitkan disebuah majalah oleh Dinas Pendidikan.
Mendengar pengumuman itu aku berusaha membuat sebuah cerpen yang menarik untuk dibaca. Setelah berusaha dan tidak kenal putus asa, akhirnya aku adalah pemenang cerpen terbaik di sekolahku. Kemudian cerpenku dan cerpen-cerpen dari sekolah lainnya diseleksi oleh Dinas Pendidikan. Aku tidak menyangka bahwa cerpen punyaku lah yang menjadi pemenang juara ke 1. Mendengar berita tersebut ibuku langsung jatuh pingsan. Dan aku segera menyadarkan ibuku. Ibuku berkata lembut dengan perasaan terharu dan bahagia “ternyata kamu benar-benar berhasil membuat ibu bangga sekali kepadamu nak.”. walaupun ibu seorang pencari barang-barang bekas tapi ibu tak mau anak nya seperti ibu juga. Ibu menginginkan kamu lebih baik dari pada ibu.
Setelah aku sering memenangkan beberapa perlombaan, aku di berikan penghargaan oleh Dinas Pendidikan , aku belum mengetahui apa itu penghargaannya. Dan sebelum pengumuman itu diberitahukan aku termenung sambil berdebar jantungku dan berpikir-pikir apa ya hadiahnya. Tak lama kemudian hasil pengumuman itu dikeluarkan, dan aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Sekolah Menengah Atas, dan sudah tidak di pungut biaya apapun untuk masuk dan sampai lulus nanti sudah termasuk dalam beasiswa tersebut. Jika nilaiku tetap bagus dan aku harus rajin juga dalam kegiatan di sekolah. Perasaan gembira yang tak terkira aku mendapat beasiwa itu, ini jadi meringankan beban ibu untuk tidak mikirkan lagi masalah keuangan di sekolah. Aku tak sabar ingin memberitahukan kabar ini kepada ibu. Setelah mendapat pengumuman itu, aku bergegas lari pulang menuju rumah dengan perasaan yang bersemangat dan senang sekali. Sesampainya, Saat berada di depan rumahku “tokk..tokk..tokk, buu buka pintu nya buu.”.suara ibuku dari dalam rumah “ iya nak, tunggu sebentar!”. Lalu ibuku membukakan pintu “creekk, ada apa nak? Ko kelihatannya kamu senang sekali dan kenapa tergesa-gesa seperti itu?”. Perasaanku sudah tak terbendung lagi ingin mengutarakan hal yang bahagia ini “buu.. tadi aku sudah mendengarkan pengumuman dari Dinas Pendidikan, dan aku mendapat beasiswa penuh untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas dan aku sudah tak di minta biaya apa-apa lagi buu..”. dan ibuku sejenak terdiam dan tak lama air mata nya jatuh. Karena mendengar hal ini “beruntung sekali ibu punya anak seperti kamu nak, ibu bangga.. bangga sekali kepadamu..” lalu memelukku dengan hangat sambil meneteskan air mata bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar