Syarifatul Jannah 1113046000076
Pukul
empat lebih tiga puluh, suatu sore yang damai memandangi air di pantai.
Matahari yang biasanya condong ke barat, memancarkan sisa sinarnya, sekarang
belum muncul. Memang seharian ini cuaca mendung, senja yang cantik datang
terlambat. Pukul lima, senja mulai nampak. Sinarnya yang tidak begitu cerah,
membuat burung-burung berterbangan di sekitarnya. Nampak indah, mataku seperti
tersihir melihat pemandangannya.
Pada
saat sekarang ini, kebanyakan nelayan sudah pulang membawa ikan hasil
tangkapannya. Yang masih tersisa adalah mereka yang memang jauh-jauh datang ke
pantai untuk melihat sunset. Tak terdengar suara motor dengan knalpot
yang memengkakkan telinga, yang biasa dimainkan oleh beberapa remaja sebaga
aksi seru-seruan mereka.
Bangku
panjang terletak kira-kira lima meter di kananku, yang setiap sore tak pernah
sepi karena memang bangku panjang itu menjadi langganan ibu-ibu untuk sekedar
melihat keramaian dermaga di pinggir pantai. Banyak nelayan yang
lalu-lalang membawa baju kotor dan
beberapa hasil tangkapannya, wajahnya terlihat begitu letih. Wajar saja mereka
berangkat dari jam empat pagi, namun ada guratan senyum di wajahnya, pasti
hasil tangkapannya memuaskan hati mereka. Syukurlah.
Di
sekelilingku yang jelas terdengar adalah suara Umi dan Bibi Anung, mereka asyik
sekali kalau sudah ngobrol berdua. Dermaga yang kira-kira dua belas meter di
sebelah kanan, mulai ramai oleh muda-mudi, menghabiskan minggu panjang di sana.
Sepanjang hari tadi, sejak pagi, para nelayanlah yang melewati dermaga itu
untuk naik ke perahu miliknya. Para nelayan itu jauh lebih sopan, setidaknya
sampah makanan beliau tidak dibuang sembarangan di tubuh dermaga.
Burung-burung
seripit terbang mengikuti arah angin, tak terdengar cicit mereka, yang
terdengar suara anak-anak kecil yang berman sepeda, disela-sela suara orang
dewasa yang tertawa terbahak-bahak entah menertawakan apa, deru motor, dan bunyi
mangkuk tukang bakso namun belum terlihat gerobak si Abang bakso.
Dari
sebelah kanan, di seberang Pulau Seribu, terdengar sayup-sayup suara mesin
kapal perahu menuju arah sini, terdengar pula anak-anak yang sedang memancing d
pinggir pantai. Mereka senang sekali memancing, anehnya walaupun di pinggir
pantai, setidaknya ikan satu ekor selalu mereka peroleh. Suara Rajib, pemancing
cilik, terdengar bahagia mendapatkan ikan lebih cepat daripada teman-temannya.
Umi
dan Bibi Anung telah selesai ngobrol, lalu mereka pulang ke rumah. Mereka
mengajakku untuk pulang juga, aku menolak karena masih ingin duduk di pinggir
pantai yang damai dengan gelombang ombak yang lembut. Rintik-rintik hujan mulai
turun dari langit, rintik-rintik hujan tidak membuat yang lain untuk pulang ke
rumah masing-masing, malah dengan datang rintik hujan suasana menjadi semakin
menyenangkan.
Rintik-rintik
hujan sudah berhenti, awan mulai agak cerah. Tiba-tiba terdengar suara
anak-anak mengatakan “pelangi” sambil menunjuk jari mungilnya ke langit.
Pandanganku langsung melihat langit, memastikan ucapan bocah lucu itu, ternyata
benar ada pelangi. Mereka malah menyanyikan lagu pelangi, gemas sekali melihat
mereka. Aku bersyukur bisa melihat keindahan Tuhan sekaligus, pelangi dan
anak-anak kecil yang lucu.
Pukul
delapan nanti aka nada gerhana bulan, namun banyak yang belum mengetahuinya.
Umi ditanyakan akan hal ini, jawabannya “tidak tahu”. Aku segera membersihkan
tubuhku, sebelum diperintah oleh Umi, sementara pantaiku akan tertidur lelap
sepanjang malam, mengumpulkan tenaga untuk esok hari menghadapi sentuhan
pancing para nelayan.
Sarab saya ketika penulisan pukul lima, mungkin perlu ditambahkan pukul lima sore. dan kata ngobrol akan lebih bagus mungkin jika di ganti dengan berbicara. Terima kasih
BalasHapusSarab? Saran kali ya :))
BalasHapusTerima kasih sarannya, untuk menanggapi saran saudara @zaima latifah
Mengapa penulis tidak menambahkan sore, karena senja terjadi di sore hari maka pembaca sudah mengetahuinya bahwa jam 5 sore. sehingga tidak terjadi pemborosan kata ^^
Untuk kata "ngobrol", mengapa penulis memberikan kata "ngobrol" karena sebagai ungkapan bahwa tokoh Umi dan Bi Anung ini memang sangat akrab dan membahas topik yang santai, bukan yang serius dengan pemaparan persentasi sehingga menggunakan kata "berbicara" seperti formal jatuhnya :))
Syarifatul Jannah ^^