Awaludin 1113046000093
Deskripsi
Pengembangan Spasi dan Waktu
SUASANA
PAGI DI STASIUN BOGOR
Malam
semakin larut waktunya aku menarik selimut karena besok aku harus berangkat
pagi ke kampus. Aku berharap aku bisa mimpi yang indah malam ini, namun pada kenyataanya
waktu begitu cepat berputar, alarm hp membangunkanku dari tidur nyenyakku.
“Kriiiinggggggg” aku bergegas bangun dari tempat tidurku.
Waktu menunjukkan pukul lima pagi dan udara yang begitu
dingin terasa menusuk kulitku, mataku masih terkantuk-kantuk. Aku pun berbegas menuju stasiun untuk pergi ke
kampus dengan menggunakan kereta. Tiba di stasiun aku langsung menuju loket pembelian
tiket kereta, ternyata orang yang sedang mengantri untuk membeli tiket kereta sangat
panjang antriannya. Tempat duduk berbentuk panjang yang biasanya untuk menunggu kedatangan kereta sudah penuh, bahkan banyak sekali yang berdiri
untuk menunggu kedatangan kereta Comuterline. Ketika kereta comuterline mulai
tiba, mereka semua langsung bersiap-siap untuk berebutan tempat duduk.
Bunyi
pengumuman perjalanan kereta terdengar terus “Ting nong . . . ting nong . . .
kereta jurusan Tanah Abang tersedia jalur tiga pembarangkatan kereta pukul lima
lewat lima menit” jantungku berdebar kencang, rasanya jantung ini mau copot ketika aku mendengar suara itu, aku bergegas masuk
ke dalam kereta dengan susah payah karena saking banyaknya para penumpang. Hati
kecilku berkata “Alhamdulillah aku tidak ketinggalan kereta.” Meskipun suasana
masih pagi dan matahari pun masih terlelap tidur, stasiun ini sudah ramai dan banyak sekali orang-orang yang hilir mudik masuk
stasiun Bogor, para penumpang kereta dari berbagai kalangan, mulai dari
bapak-bapak, ibu-ibu, anak muda bahkan sampai anak sekolah juga sudah
berdatangan ke stasuin.
Kebanyakan dari penumpang, mereka adalah para pakerja ibu kota, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu,
bahkan sampai anak muda. Biasanya kalau ada ibu-ibu yang berdiri dipersilahkan
duduk oleh laki-laki yang sudah mendapatkan tempat duduk, namun tidak sedikit juga
yang tidak mau mengalah.
Kali
ini aku tidak duduk, aku hanya berdiri dan berpegangan sekuat tenagaku. Kakiku
rasanya seperti mau copot, pegal, dan maju
mundur seperti jargonnya Syahrini artis yang selalu membuat sensasi, dan
tubuh ini mulai lelah seolah-olah aku tak berdaya. Bagaimana tidak, kereta yang
aku tumpangi bagaikan kondisi penduduk kota Jakarta yang padat dengan suasana
yang panas membahana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar