Jumat, 17 April 2015

Zaima Latifah (1113046000043)



Waduk Jatiluhur

            Hari minggu perjalan menuju waduk Jatiluhur amat lenggang, sekitar pukul  sebelas siang saya tiba di tempat tujuan, sebuah papan bertuliskan wisata waduk jatiluhur langsung menjadi perhatian, karna itu sebagai tanda bahwa saya dan keluarga  telah memasuki kawasan wisata, mobil terus melaju ke arah pembayaran masuk, ditempat itu juga sudah tertera dengan jelas keteranga-keterangan tiket masuk, beserta para petugas yang menghitung jumlah penduduk didalam mobil, saat kaca mobil dibuka udara panas namun sejuk seperti menyapa kehadiran kami, setelah membayar tiket masuk tak lama ada beberapa petugas wanita mengenakan baju berwarna putih dengan jilbab yang menutupi bagian kepalanya yang menghampiri mobil kami, sambil tersenyum ia menyerahkan beberapa air mineral dalam kemasan botol kecil dengan logo dan tulisan jatiluhur, sepertinya itu sebagai salah satu strategi promosi tempat wisata ini.
            Mobil terus melaju memasuki kawasan waduk, jalanan yang tidak berlubang amat membantu perjalan saya, sesekali kami menjumpai truk mini dikawasan, setibanya didalam ternyata sudah banyak orang yang mengisi tempat ini, rumah-rumah makan pun yang berada di sebrang waduk amat ramai pengunjung, namun tak sedikit juga orang-orang yang hanya duduk menikmati pemandangan, walau saat itu air waduk sedang pasang.
            Perjalanan kami terhenti di sebuah rumah makan yang cukup luas dengan kegiatan para pelayan yang sibuk mondar-mandir melayani para pembeli, seorang wanita setengah baya yang menggendong anak pun menghampiri kami, ia memegang sebuah pulpen, dua daftar menu dan sebuah buku yang digunakannya untuk mencatat pesanan, namun badannya tak berhenti bergerak, sepertinya ia sambil mengayun anak wanita yang digendongnya agar tak menangis. Rumah makan disini nampaknya tidak ada yang sepi pengunjung, sebab selain pengunjung juga banya para pengamen dan  pedagang mainan serta makanan yang berlalu lalang, bahkan tak jarang yang menghampiri kami.
            Hidangan yang kami pesan telah siap, aroma ikan langsung tercium apalagi nasi yang disajikan, ia nampak masih panas, membuat perut langsung bergetar. Jam ditangan sudah menjukan pukul satu siang, saatnya salat di mushola yang terletak disamping rumah makan, ada penjaga yang menunggu di dekat kamar mandi mushola disampingnya ada sebuah kotak warna hitam yang bertuliskan 2000 menemani dirinya.
            Udara didalam mushola agak panas, sebab kipas angin  berdebu yang menempel didinding mati, mukena yang saya kenakan terasa memiliki bau yang berbeda dan karpet tempat saya sujud memiliki bau yang cukup menggangu, lantai mushola pun terlihat agak kotor sepertinya belum sempat dibersihkan.
            Disebrang jalan tempat kami makan terlihat jelas pemandangan waduk, dengan beberapa perahu kayu disisinya, air yang sedang pasang membuat perahu menjadi tjelas terlihat, sebab ia menyentuh dataran yang agak tinggi. Saat itu waktu menunjukan pukul dua siang setelah mengisi perut dan salat, rasanya sia-sia jika tak menaiki perahu kemudian mengitari waduk. Satu perahu yang kami sewa seharga 200.00 ribu itupun setelah dilakukannya tawar-menawar dengan bapak yang membawa perahu.
            Ketika kami mengitari perahu udara sedikit mendung, sepertinya hujan akan turun, tapi tak lama awan cerah menghiasi langit, mesin perahu terdengar amat bising ditelinga, dikejauhan nampak beberapa perahu dengan layar berwarna putih, kata bapak yang diperahu mereka sedang mencari ikan yang nantinya akan dijual, tapi terliahat salah satu perahu layar nampak kecil dari kejuhan serta perahu mereka terus bergerak terbawa angin, bahkan ada salah satu perahu yang nampak terlihat akan jatuh sebeb terbawa angin, waduk jatiluhur nampak bersih tanpa sampah, tapi tak lama terlihat sampah minuman, memang tak banyak tapi itu merusak keindahan. Tangan saya menyentuh air waduk dan terasa sejuk. Karna penasaran saya mencoba air itu, ternyata airnya tak asin seperti air laut.
            Hari menunjukan semakin sore saat itu waktu menunjukan pukul empat,saat nya pulang dan berkemas, namun sebelum kami pulang meninggalkan waduk, pasar ikan adalah tempat yang wajib dikunjungi saat berkujung, ia terletak di ujung tempat ini, agak masuk kedalam dan terletak disekitar perumahan warga, saat itu tak ada tempat yang cukup untuk kami parkir, sebab banyak angkot berwarna merah yang berdiam diri, tapi saat kami tiba rasa kecewa saat itu nampak dimuka nenek sebab air yang pasang membuat jalan ditutup dengan beberapa bambu berwarna coklat yang berukuran agak besar dan pasar ikan tidak buka sebab terendam air, akhirnya pulang kerumah adalah tujun terakhir kami, dan roda mobil pun kembali berputar melanjutkan perjalanannya.

4 komentar:

  1. Terdapat beberapa kesalahan penulisan: perjalan, jatiluhur, ditempat, keteranga-keterangan, didalam, dikawasan, didalam, sebrang, ditangan, disamping, didinding, Disebrang, tjelas, 200.00 ribu, empat,saat nya, kedalam, dan tujun.

    Perbaikan: perjalanan, Jatiluhur, di tempat, keterangan-keterangan, di dalam, di kawasan, di dalam, seberang, di tangan, di samping, di dinding, Di seberang, jelas, Rp. 200.000,00, empat, saatnya, ke dalam, dan tujuan.

    BalasHapus
  2. Jalan cerita dan pengembangan cerita deskripsi sudah bagus. akan tetapi ada beberapa kata yang terasa ganjil ketika dimaknai. seperti kata "mobil terus melaju ke arah pembayaran masuk". Kemudian peletakan tanda baca seperti koma dan titik lebih diperbaiki lagi.

    BalasHapus
  3. oke,,Terimakasih telah berkunjung dan membaca :)

    BalasHapus