Kamis, 09 April 2015

Senja di Budi Utomo



DESKRIPSI DENGAN PENGEMBANGAN OBSERVASI MENURUT SPASI DAN WAKTU
EMIR RAMADHAN
1113046000071

SENJA DI BUDI UTOMO
Setelah melepas helm dan turun dari motor, kulirik jam di handphone, waktu menunjukkan pukul 5 sore. Aku berada di Jalan Budi Utomo, jalan dimana tempat adikku bersekolah berdiri tegak. Adikku sedang berlatih paduan suara di sekolah sampai jam setengah 6 sore. Berarti aku masih punya waktu untuk beristirahat sekitar 30 menit. Setelah turun dari motor aku bergerak santai menuju warung kopi yang jaraknya 3 meter dari tempatku memarkir motor. Warung kopi ini terletak di atas trotoar. Bukan peruntukannya memang, tapi sudah menjadi rahasia umum jika hukum bisa berubah jika uang yang berbicara, meski tidak mutlak terbukti. Setidaknya hal ini berlaku untuk warung ini.
Setelah memesan kopi, aku duduk di luar. Walaupun letaknya di pinggir jalan, warung ini menyediakan kursi kayu panjang yang sudah usang. Memang tak nyaman, tapi setidaknya bisa mengistirahatkan badan sebelum berkutat kembali dengan kemacetan ibukota. Kuambil rokok dari sakuku dan kuhisap cukup dalam, kuhembuskan perlahan. Asap yang ditimbulkan terbawa angin sore yang lembut menembus kulit.
Matahari yang bersembunyi di balik gedung gedung tinggi, seolah beristirahat setelah sibuk menerangi hiruk pikuk ibukota. Jalan ini memiliki dua jalur, yang satu menuju senen dan gunung sahari, sedang yag lainnya menuju lapangan banteng. Di barisan sekolah adikku berdiri ditanami pohon-pohon berukuran sedang tiap 3 meter, cukup ampuh melindungi pejalan kaki dari sengatan panas matahari saat siang. Perbedaan signifikan terletak di seberang jalan. Bahu jalannya terlihat tandus, hanya ada tanaman kecil kecil didalam beberapa pot pemberian dari kecamatan setempat, dapat kulihat dari tulisan di pot itu yang sudah sebagian tertimpa oleh pylox hasil aksi corat coret pelajar pelajar tak bertanggung jawab.
Suasana jalan di kedua ruasnya terlihat sepi dan lancar, terkadang muncul beberapa mobil masuk dan keluar dari gedung gedung perkantoran di sepanjang jalan. Terlihat agak tersendat di ujung jalan ke arah senen dan gunung sahari maupun yang menuju lapangan banteng. Hanya ada beberapa anak SMA yang sedang berbicara kadang diselingi dengan tawa sambil menunggu angkutan umum yang lewat, atau mungkin sedang menunggu jemputan. Terkadang, ada beberapa guru yang hendak pulang dari gerbang sekolah dengan kendaraannya, seraya sedikit bertegur sapa dengan murid muridnya tadi, sambil bergerak pergi menjauh dari sekolah, kemudian hilang dari pandanganku setelah berbaur dengan pengendara lain di ujung jalan yang semakin macet saja.
Beberapa meter dariku, ada dua tukang sapu jalan sedang asyik mengobrol dengan seorang pemulung. Si pemulung bersandar di roda gerobaknya yang penuh dengan tumpukan botol plastik dan kardus, hasil jerih payahnya dari pagi tadi. Dua tukang sapu jalan duduk bersila di atas trotoar yang kuperhatikan dari ujung ke ujung seperti baru di cat. Sepertinya tadi siang matahari sangat terik, bisa kusimpulkan dari kulit mereka yang hitam dan wajah mereka yang penuh minyak dan keringat, bahkan mungkin handuk lusuh yang bertengger di bahu salah satu tukang sapu tak akan mampu membersihkan minyak dan keringat di wajahnya.
Semakin sore warung ini semakin ramai, ada beberapa tukang ojek yang sedang asyik mencari penumpang dari beberapa pejalan kaki yang lewat. Ada yang sedang mengobrol dengan temannya, membicarakan masalah kantornya, ada pula beberapa yang diam saja sambil mengutak atik handphone nya. Kemudian, ada metromini yang berhenti di depan sekolah, mengambil penumpang yang sedaritadi menunggu, mereka masuk berdesak-desakkan. Kulihat di dalam angkot sudah penuh sesak penumpang, tetapi masih saja dipaksa oleh sang kernet, penumpang diluar untuk masuk. Tak lama kemudian metromini tadi berjalan perlahan dengan suara mesin yang memilukan, melewati kami yang berada di warung kopi, meninggalkan asap berwarna abu abu. Seolah seperti diberi aba-aba, kami semua menutup hidung kami menghindari asap yang ditinggalkan.
Kutengok ke kanan, adikku setengah berlari menghampiriku. Aku segera membayar kopi yang tadi kupesan kepada penjaganya yang kusadari telah berganti orang. Mungkin ia yang akan menjaga dari sore hingga pagi nanti. Setelah berbicara sebentar dengan adikkku, kami pun bergegas pulang ke rumah karena senja sebentar lagi akan segera berganti malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar