Asma Karimah (1113046000055)
Saya
melewati pasar Bojong Gede sekitar pukul lima lewat tiga puluh menit pagi.
Hendak berolahraga bersama sahabat. Halaman parkir pasar yang membentang sudah
mulai padat dengan sepedah motor dan mobil bak para pedagang sayur, buah,
kue-kue kecil, dan bahan-bahan sembako, ada yang sudah siap dengan dagangan ada
pula yang masih sibuk menuruni barang-barang dagangannya.
Para pedagang tampak membentuk dua
deretan panjang saling berhadapan di dalam halaman parkir. Pada deretan pertama
sebelah kanan dipenuhi dengan para pedagang sembako, buah-buahan dan kue-kue
kecil. Pada deretan kedua sebelah kiri dipenuhi dengan pedagang sayur mayur,
pedagang ikan, ayam dan tukang jamu. Mereka menggunakan meja kayu besar yang
ukurannya tidak terlalu tinggi hanya setinggi dengkul kaki orang dewasa. Ada
pula sebagian yang memakai gerobak seperti tukang jamu dan pedagang ubi-ubian
dan singkong. Mereka saling menyapa satu sama lain. Terlihat begitu cerah, siap
akan menyambut para pembeli.
Para pedagang sudah siap melayani para
pembeli. Hendak merapihkan dagangannya. Padagang ikan dan ayam pun sibuk dengan
pisau besarnya ditangan, sedang menajami pisaunya agar mudah untuk memotong
ikan dan ayam. Dihalaman parkir, pembersih pasar dengan santainya menyapu
halaman dengan siulan yang merdu tak kalah merdu dengan siulan burung di pagi
hari ini.
Pagi ini kelihatan banyak orang yang
berbelanja, kebanyakan dari mereka adalah ibu-ibu dan anak gadisnya. Pada
deretan sebelah kanan nampaknya tidak begitu ramai, hanya pada pedagang sembako
dan kue-kue kecil. Mungkin untuk sarapan pagi. pada deretan sebelah kiri tentu
saja ramai dengan para pembeli sayur dan ikan. Terutama para ibu, hendak
mencari bahan-bahan masakan yang akan di masak dan di hidangkan untuk keluarga.
Mencari sayur dan ikan yang terlihat masih segar dan bagus. Pasar itu tidak
terlalu kotor, baunya pun tidak terlalu menusuk pencium, setidaknya tidak
terlalu merusak udara pagi yang segar. Para pedagang masih peduli dengan
kebersihan, bahkan mereka dengan sendirinya membersihkan sampah yang dihasilkan
oleh mereka sendiri.
Kami duduk di seberang halaman
parkir pasar Bojong Gede, duduk di kursi panjang yang di sediakan oleh tukang
bubur. Kebanyakan yang membeli adalah para bapak-bapak dan anaknya. Mungkin
sebagian dari bapak dan anak itu sedang menunggu para wanita yang sedang
berbelanja sayur mayur. Benar saja, salah satu dari mereka ada yang dipanggil
oleh seorang ibu dengan tangan yang membawa sayur-sayuran. Bapak dan anak
segera berdiri dan menuju kendaraan takut-takut sang putri akan ngamuk jika
tidak segera berdiri. Tukang bubur ayam tidak sempat istirahat karena pembeli
bubur ayam cukup banyak. Tidak hanya tukang bubur ayam saja yang ramai oleh
para pembeli, warung bakso di samping parkir pasar pun mulai kedatangan
pembeli. bagaimana bisa di pagi hari perut mereka akan diisi dengan semangkuk
bakso, pikir ku, entahlah mungkin bagi sebagian orang cocok-cocok saja.
Kami pun melanjutkan olahraga pagi
setelah perut terisi oleh bubur ayam. Melewati ruko-ruko sederhana di seberang
pasar Bojong Gede yang satu demi satu ruko terbuka oleh para penyewanya. Macam-macam
pula yang di perdagangkan di ruko. Ada yang membuka warung internet, toko baju,
dan berjualan gas dan galon. Pukul 11 ketika kita kembali melewati pasar, para
pedagang mulai berkurang. Ada pula yang sedang membereskan barang dagangannya,
menaikan dagangannya yang masih tersisa, tidak terlalu banyak. Ada pula yang
masih bertahan di pasar dengan dagangannya. Asik mengobrol walau pasar sudah
terlihat sepi. Seorang laki-laki yang masih cukup gagah dengan karung yang ia
bawa hendak mencari sesuatu di tumpukan sampah, sepertinya ia sedang mencari
bekas minuman plastik. Tukang bubur pun sedang duduk santai di bawah pohon
rindang dengan tangan yang sedang menghitung uang hasil penjualan buburnya.
“Alhamdulillah” katanya, mungkin hasil jualannya laku habis, terlihat dari
gerobak bubur yang ia bawa sudah mengosong.
Matahari nampaknya sudah mulai
meredupkan cahayanya. Sepertinya hujan akan datang, terlihat dari awan-awan
yang gelap itu. Berbeda sekali dengan cuaca pagi tadi, cerah sekali. Ibu-ibu
yang tinggal dekat dengan pasar terburu-buru mengangkat pakaian yang mungkin
sebagian dari pakaian itu sudah ada yang kering dan ada pula yang masih lembab.
“Yah masih agak basah lagi” katanya. Mimiknya terlihat kecewa dengan langit
yang tiba-tiba berubah begitu saja, sulit untuk ditebak. Benar saja beberapa
menit kemudian hujan turun, kami segera berteduh ke bawah saung kecil yang
biasa di tempati ojek. Tapi entahlah kemana para ojek itu, mungkin sudah pulang
ke rumahnya masing-masing atau mungkin sedang mengantar penumpang ke tempat
tujuan. Hujannya cukup deras, dilengkapi dengan kilatan yang membuat ku enggan
untuk membuka mata. Saat itu perut kami terasa lapar, untung saja dekat pasar
ada warung bakso. Langsung saja kami berlari kesana dan memesan beberapa
mangkuk dan minuman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar