Kamis, 30 April 2015

Dimas Auliantoro (Tugas Cerpen UTS)



Solidaritas Tanpa Batas

Pagi itu tepat pada pukul 06.00, Fadly sudah berada didepan rumahku untuk mengajakku untuk berangkat bersama menuju sekolah dengan menggunakan motornya. Cuaca yang cerah Senin pagi itu membuatku semangat untuk pergi ke sekolah. Setibanya di sekolah yang berada didaerah Lenteng Agung Jakarta Selatan, kami tidak bisa langsung untuk memarkirkan motor, karena untuk masuk ke parkiran motor harus mengantri, kebetulan pagi itu banyak sekali siswa yang terburu-buru dan baru datang seperti kami karena terjadi kemacetan dijalur yang sama pada saat menuju sekolah, tukang parkir dan penjaga sekolah pun kewalahan mengatur motor-motor itu. Setelah mendapat parkiran motor, kami pun langsung bergegas lari menuju lapangan karena upacara sudah hampir dimulai.

Hari itu tepat 1 bulan aku baru memasuki sekolah menengah atas negeri 96 (SMAN 96). Pada saat upacara dimulai, Aku, Fadly, Dwiki, Harits, dan Farid selalu mengobrol-ngobrol dengan beberapa kakak kelas 11 yang berada tepat disamping barisan kami. Pada saat mengobrol, mereka mengajak aku dan teman-temanku untuk ikut berkumpul pada jam istirahat nanti di kantin.
Kakak kelas : Coy, nanti istirahat pertama ngumpul ya masjid, bilangin ke semua anak laki-laki angkatan lu.
Farid : Mau ngapain bang?
Kakak kelas : Udah dateng aja, ada beberapa pengumuman.
Farid : Oke bang.

            Tepat pukul 10.00 bel istirahat pun berbunyi. Ketika bu guru sudah keluar kelas, aku pun langsung berdiri didepan kelas untuk memberitahukan teman-temanku yang laki-laki untuk pergi menuju masjid karena akan ada beberapa pengumuman dari kakak kelas 11 dan 12. Kebetulan dikelas 10A ini Aku sekelas dengan Dwiki, Fadly, Harits, dan Farid dikelas. Mereka pun ikut berdiri didepan untuk membantuku memberitahukan teman-teman dikelas itu agar lebih percaya. Pada saat tiba didepan masjid dan terlihat didalam ternyata ada beberapa kakak kelas dari kelas 11 dan 12 dan sudah banyak siswa-siswa lain yang sudah datang terlebih dahulu. Aku dan teman-teman kelas 10A langsung masuk kedalam masjid dan mendengarkan salah satu kakak kelas kelas 12 yang sedang menjelaskan dan mengajak siswa-siswa baru untuk ikut dan memilih ekstrakulikuler yang ingin diambil dengan membagikan sebuah angket. Disela-sela mengisi angket, beberapa kakak kelas mendekati kami dan mengajak ngobrol sambil meminta kami untuk datang dan nongkrong di warung tempat mereka biasa berkumpul pada setiap sore setelah pulang sekolah.
Tepat pada pukul 16.00 saat bel pulang sekolah berbunyi. Aku, Farid, Dwiki, Harits, dan Fadly langsung menuju ke warung dibelakang sekolah karena ajakan dari kakak kelas tadi. Hanya kami berlima yang menuju ke warung itu dari kelas 10A karena siswa yang lain mempunyai kesibukan masing-masing. Dari kejauhan terlihat lumayan banyak siswa-siswa baru yang sedang mengobrol sambil menghisap rokok dan ada beberapa kakak kelas 11 dan 12 didepan warung, salah satunya yang tadi mengajak untuk datang ke warung itu. Sesampainya di warung itu, kami langsung berkenalan dengan beberapa kakak kelas dan ikut mengobrol-ngobrol sambil merokok dengan mereka.

Disaat sedang asik mengobrol didepan warung, tiba-tiba ada seorang kakak kelas 12 yang berbadan besar, berkulit hitam dan mukanya terlihat agak tua baru datang ke warung itu dan terlihat akrab dengan kakak kelas yang lainnya. Ternyata dia adalah Emir anak kelas 12, jagoan yang ada di sekolahku. Tidak lama setelah dia datang, dia langsung mengajak semua anak-anak yang ada di warung itu untuk masuk ke samping warung karena ada seuatu penting yang ingin disampaikan. Tepat disamping warung itu terdapat halaman dan beberapa buah kursi dan meja. Setelah semua anak-anak masuk ke samping warung dengan situasi yang hening, Emir pun langsung membuka pembicaraan. Bahwa SMAN 32 yang terletak didaerah Pancoran, akan ulang tahun 2 hari lagi, seperti kebiasaan yang sudah turun-menurun jika SMAN 32 ulang tahun, sekolahku akan menyerang atau biasa disebut tauran sesuai dengan tempat perjanjiannya. Setelah mendengar kata-kata Emir, Aku dan siswa-siswa baru yang ada disamping warung itu langsung kaget dan takut. Kakak kelas yang lainnya pun langsung membujuk dan mempengaruhi kami agar mau untuk ikut serta. Akhirnya, demi solidaritas kebersamaan, kami pun mau untuk ikut serta tauran dengan SMAN 32.  Setelah itu, Emir menyuruh siswa-siswa baru yang ada di warung itu untuk membawa senjata tajam seperti celurit, samurai, gir dan kopel. Adzan Maghrib pun berkumandang, semua siswa yang ada di warung itu pun pulang kerumah masing-masing.

Keesokan harinya, seperti biasa aku berangkat sekolah bersama dengan Fadly. Diperjalanan dia memintaku menemaninya malam nanti untuk bertemu dengan temannya didaerah Tanjung Barat karena ingin meminjam 2 buah gir untuk dibawa pada esok hari. Sore harinya, kami pun kembali berkumpul di warung yang berada dibelakang sekolah untuk membicarakan strategi yang akan dibuat untuk besok.  Setelah semua selesai dibicarakan sampai sekitar pukul 19.00, Aku dan Fadly langsung menuju ke daerah Tanjung Barat untuk mengambil barang yang dipinjam oleh Fadly kepada temannya. Sesampainya ditempat yang terlihat seperti lapangan, terasa sangat sepi dan gelap. Ternyata temannya Fadly sudah menunggu dan memegang barang yang ingin dipinjam. Kami pun tidak lama berada ditempat itu, setelah mengambil barang yang dibungkus plastik putih itu, kami langsung bergegas pulang karena takut ada orang yang melihat.
Keesokan harinya, aku pun berangkat bersama dengan Fadly seperti biasa. Fadly pun sudah menyiapkan gir didalam tasnya yang semalam ia pinjam. Tapi kali ini kami tidak berangkat menuju sekolah, melainkan kami akan menuju ke sebuah warung dibelakang sekolah yang biasa disebut basecamp untuk menitipkan motornya Fadly. Sesampainya di basecamp, terlihat sekitar 30 siswa, gabungan dari kelas 10, 11 dan 12 ternyata sudah pada berkumpul dan sudah membawa senjata tajam seperti gir, samurai, dan kopel. Sekitar pukul 10.00 kami pun berjalan kaki menuju sebuah halte yang letaknya lumayan jauh dari sekolah, untuk menyewa sebuah bus metro mini yang lewat didepan halte itu. Tidak lama kemudian, ada sebuah bus metro mini lewat, Emir pun langsung memberhentikan dan menyewa bus itu. Kebetulan bus itu juga sedang tidak ada penumpangnya. Satu persatu siswa masuk kedalam bus itu. Saat didalam bus, aku merasa takut dan membayangkan hal yang aneh-aneh, tetapi lama kelamaan menjadi tenang karena kakak kelas selalu mengasih motivasi. Sesuai dengan perjanjian tempat tauran yang dilakukan oleh Emir selaku jagoan dari SMAN 96 dengan salah satu jagoan dari SMAN 32 yaitu di depan Rumah Sakit Fatmawati.

 Sesampainya disebuah warung kopi yang tidak jauh dari Rumah Sakit Fatmawati, kami semua turun dan berkumpul di warung kopi itu. Terlihat dari kejauhan anak-anak SMAN 32 juga sudah berkumpul disebuah warung sekitar 30-an orang. Setelah mengeluarkan senjata tajamnya, siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut mulai saling menghina dengan kata-kata yang kasar. Tidak lama setelah itu Emir langsung mengajak kami untuk maju dan menyerang menuju warung yang ditempati oleh SMAN 32 dengan masing-masing memegang senjata tajam. Aku pun lari dengan memegang sebuah gir yg dipinjam dari temannya Fadly. SMAN 32 pun tidak tinggal diam, mereka juga ikut maju dan menyerang ke arah kami dengan senjata tajam yang mereka punya. Akhirnya tauran pun pecah tepat didepan Rumah Sakit Fatmawati, siswa-siswa dari kedua sekolah pun saling berkelahi maju dan mundur. Aku dan siswa baru lainnya berada dibelakang kakak kelas karena kami belum mempunyai pengalaman, sesekali Aku dan Fadly maju kedepan sambil memutar-mutarkan gir yang ada digenggamanku. Warga yang ada didaerah itu terlihat takut dan mencoba melerai tauran yang terjadi Rabu siang itu. Tidak lama kemudian polisi-polisi mulai berdatangan dan siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut berhamburan lari-larian. Aku pun lari secepat-cepatnya ke gang-gang kecil tanpa mempedulikan yang lain agar lolos dari tangkapan polisi. Ternyata polisi sudah berada dimana-mana, aku pun dan teman-temanku tertangkap dan dibawa ke polsek Fatmawati.

Setelah sampai di polsek Fatmawati, ternyata semua siswa dari SMAN 96 dan SMAN 32 tertangkap oleh polisi. Kami pun langsung disuruh untuk membuka baju dan celana lalu berjalan jongkok kemudian berbaris di halaman polsek. Tetapi, terlihat tidak ada satupun siswa dari kedua sekolah tersebut yang mengalami luka serius karena pada saat tauran baru dimulai aparat kepolisian langsung bergegas membubarkan dan menangkap siswa-siswa dari kedua sekolah itu. Nama-nama semua siswa pun didata dan senjata tajam yang dipakai untuk tauran tadi pun disita oleh polisi. Akhirnya kepala sekolah dari kedua sekolah tersebut ditelfon oleh pihak kepolisian untuk datang dan membebaskan siswa-siswanya. Setelah Kepala Sekolah datang, akhirnya kami semua dibebaskan, tetapi dengan perjanjian bahwa kedua sekolah ini tidak boleh mengulangi perbuatan tersebut dan harus berdamai. Setelah semuanya disepakati, tepat pukul 18.00 petang siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut diperbolehkan pulang kerumah masing-masing.

 Keesokan harinya pada saat di sekolah, seluruh siswa yang kemarin terlibat dalam kasus tauran pun dikumpulkan di ruang kepala sekolah. Setelah semua berkumpul, ternyata kami semua akan disidang oleh Kepala Sekolah dan guru-guru lain. Kepala Sekolah pun menyuruh kepada semua siswa yang ada di ruangan itu untuk mengaku, bahwa siapa dalang dari kasus ini dan yang pertama kali mengajak untuk tauran. Kami semua pun diam, suasana ruangan itu pun hening tanpa ada satu siswa yang berkata-kata. Tidak lama kemudian, dengan jantannya, Emir mengacungkan tangan dan mengaku bahwa dibalik semua ini adalah dia dalangnya. Setelah Emir mengaku, Kepala Sekolah memberikan 2 pilihan hukuman. Hukuman pertama adalah Emir dikeluarkan dari sekolah dan siswa lainnya terbebas dan bisa mengikuti belajar seperti biasanya, atau hukuman kedua adalah seluruh siswa yang terlibat tauran di skorsing seminggu dan dipanggil orang tua dan Emir tidak jadi dikeluarkan dari sekolah. Pilihan hukuman ini harus sesuai kesepakatan siswa selain Emir. Kami semua lalu berunding kecuali Emir. Disaat kami ingin berunding, Emir menyarankan memilih hukuman yang pertama, karena Ia merasa salah dan bertanggung jawab atas masalah ini. Setelah kami semua selesai berunding, kami pun bersepakat untuk memilih hukuman yang kedua, seketika Emir pun kaget dan tidak percaya atas hukuman yang kami pilih ini. Kami pun berfikir tauran ini dilakukan bersama dan harus semuanya ikut mendapatkan hukuman karena didasari oleh rasa solidaritas selain itu Emir juga sudah kelas 12 yang sebentar lagi akan mengikuti ujian nasional, jadi akan rugi jika dikeluarkan. Akhirnya Kepala Sekolah pun menghargai keputusan yang kami ambil dan menghukum kami semua sesuai dengan hukuman yang dibilang oleh Kepala Sekolah tadi. Setelah semua hukuman selesai, kami pun kembali belajar seperti biasa disekolah dan selalu berkumpul di basecamp setiap pulang sekolah. setiap anak-anak yang berkumpul disitu mengalami masalah apapun diluar, kami pun siap untuk selalu membantu menyelesaikan masalahnya dan semua yang sudah terjadi ini lah aku jadi mengerti apa itu solidaritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar