Solidaritas Tanpa Batas
Pagi itu tepat pada pukul 06.00, Fadly sudah berada
didepan rumahku untuk mengajakku untuk berangkat bersama menuju sekolah dengan
menggunakan motornya. Cuaca yang cerah Senin pagi itu membuatku semangat untuk
pergi ke sekolah. Setibanya di sekolah yang berada didaerah Lenteng Agung
Jakarta Selatan, kami tidak bisa langsung untuk memarkirkan motor, karena untuk
masuk ke parkiran motor harus mengantri, kebetulan pagi itu banyak sekali siswa
yang terburu-buru dan baru datang seperti kami karena terjadi kemacetan dijalur
yang sama pada saat menuju sekolah, tukang parkir dan penjaga sekolah pun
kewalahan mengatur motor-motor itu. Setelah mendapat parkiran motor, kami pun
langsung bergegas lari menuju lapangan karena upacara sudah hampir dimulai.
Hari itu tepat 1 bulan aku baru memasuki sekolah
menengah atas negeri 96 (SMAN 96). Pada saat upacara dimulai, Aku, Fadly, Dwiki,
Harits, dan Farid selalu mengobrol-ngobrol dengan beberapa kakak kelas 11 yang berada
tepat disamping barisan kami. Pada saat mengobrol, mereka mengajak aku dan
teman-temanku untuk ikut berkumpul pada jam istirahat nanti di kantin.
Kakak kelas : Coy, nanti istirahat pertama ngumpul ya masjid, bilangin ke
semua anak laki-laki angkatan lu.
Farid : Mau ngapain bang?
Kakak kelas : Udah dateng aja, ada beberapa pengumuman.
Farid : Oke bang.
Tepat pukul 10.00 bel
istirahat pun berbunyi. Ketika bu guru sudah keluar kelas, aku pun langsung
berdiri didepan kelas untuk memberitahukan teman-temanku yang laki-laki untuk
pergi menuju masjid karena akan ada beberapa pengumuman dari kakak kelas 11 dan
12. Kebetulan dikelas 10A ini Aku sekelas dengan Dwiki, Fadly, Harits, dan
Farid dikelas. Mereka pun ikut berdiri didepan untuk membantuku memberitahukan
teman-teman dikelas itu agar lebih percaya. Pada saat tiba didepan masjid dan
terlihat didalam ternyata ada beberapa kakak kelas dari kelas 11 dan 12 dan sudah
banyak siswa-siswa lain yang sudah datang terlebih dahulu. Aku dan teman-teman
kelas 10A langsung masuk kedalam masjid dan mendengarkan salah satu kakak kelas
kelas 12 yang sedang menjelaskan dan mengajak siswa-siswa baru untuk ikut dan
memilih ekstrakulikuler yang ingin diambil dengan membagikan sebuah angket.
Disela-sela mengisi angket, beberapa kakak kelas mendekati kami dan mengajak
ngobrol sambil meminta kami untuk datang dan nongkrong di warung tempat mereka
biasa berkumpul pada setiap sore setelah pulang sekolah.
Tepat pada pukul 16.00 saat bel pulang sekolah
berbunyi. Aku, Farid, Dwiki, Harits, dan Fadly langsung menuju ke warung
dibelakang sekolah karena ajakan dari kakak kelas tadi. Hanya kami berlima yang
menuju ke warung itu dari kelas 10A karena siswa yang lain mempunyai kesibukan
masing-masing. Dari kejauhan terlihat lumayan banyak siswa-siswa baru yang
sedang mengobrol sambil menghisap rokok dan ada beberapa kakak kelas 11 dan 12
didepan warung, salah satunya yang tadi mengajak untuk datang ke warung itu. Sesampainya
di warung itu, kami langsung berkenalan dengan beberapa kakak kelas dan ikut mengobrol-ngobrol
sambil merokok dengan mereka.
Disaat sedang asik mengobrol didepan warung, tiba-tiba
ada seorang kakak kelas 12 yang berbadan besar, berkulit hitam dan mukanya
terlihat agak tua baru datang ke warung itu dan terlihat akrab dengan kakak kelas
yang lainnya. Ternyata dia adalah Emir anak kelas 12, jagoan yang ada di
sekolahku. Tidak lama setelah dia datang, dia langsung mengajak semua anak-anak
yang ada di warung itu untuk masuk ke samping warung karena ada seuatu penting
yang ingin disampaikan. Tepat disamping warung itu terdapat halaman dan
beberapa buah kursi dan meja. Setelah semua anak-anak masuk ke samping warung
dengan situasi yang hening, Emir pun langsung membuka pembicaraan. Bahwa SMAN
32 yang terletak didaerah Pancoran, akan ulang tahun 2 hari lagi, seperti
kebiasaan yang sudah turun-menurun jika SMAN 32 ulang tahun, sekolahku akan
menyerang atau biasa disebut tauran sesuai dengan tempat perjanjiannya. Setelah
mendengar kata-kata Emir, Aku dan siswa-siswa baru yang ada disamping warung
itu langsung kaget dan takut. Kakak kelas yang lainnya pun langsung membujuk dan
mempengaruhi kami agar mau untuk ikut serta. Akhirnya, demi solidaritas
kebersamaan, kami pun mau untuk ikut serta tauran dengan SMAN 32. Setelah itu, Emir menyuruh siswa-siswa baru
yang ada di warung itu untuk membawa senjata tajam seperti celurit, samurai, gir
dan kopel. Adzan Maghrib pun berkumandang, semua siswa yang ada di warung itu
pun pulang kerumah masing-masing.
Keesokan harinya, seperti biasa aku berangkat sekolah
bersama dengan Fadly. Diperjalanan dia memintaku menemaninya malam nanti untuk
bertemu dengan temannya didaerah Tanjung Barat karena ingin meminjam 2 buah gir
untuk dibawa pada esok hari. Sore harinya, kami pun kembali berkumpul di warung
yang berada dibelakang sekolah untuk membicarakan strategi yang akan dibuat
untuk besok. Setelah semua selesai
dibicarakan sampai sekitar pukul 19.00, Aku dan Fadly langsung menuju ke daerah
Tanjung Barat untuk mengambil barang yang dipinjam oleh Fadly kepada temannya. Sesampainya
ditempat yang terlihat seperti lapangan, terasa sangat sepi dan gelap. Ternyata
temannya Fadly sudah menunggu dan memegang barang yang ingin dipinjam. Kami pun
tidak lama berada ditempat itu, setelah mengambil barang yang dibungkus plastik
putih itu, kami langsung bergegas pulang karena takut ada orang yang melihat.
Keesokan harinya, aku pun berangkat bersama dengan
Fadly seperti biasa. Fadly pun sudah menyiapkan gir didalam tasnya yang semalam
ia pinjam. Tapi kali ini kami tidak berangkat menuju sekolah, melainkan kami
akan menuju ke sebuah warung dibelakang sekolah yang biasa disebut basecamp untuk menitipkan motornya
Fadly. Sesampainya di basecamp,
terlihat sekitar 30 siswa, gabungan dari kelas 10, 11 dan 12 ternyata sudah pada
berkumpul dan sudah membawa senjata tajam seperti gir, samurai, dan kopel.
Sekitar pukul 10.00 kami pun berjalan kaki menuju sebuah halte yang letaknya
lumayan jauh dari sekolah, untuk menyewa sebuah bus metro mini yang lewat
didepan halte itu. Tidak lama kemudian, ada sebuah bus metro mini lewat, Emir
pun langsung memberhentikan dan menyewa bus itu. Kebetulan bus itu juga sedang
tidak ada penumpangnya. Satu persatu siswa masuk kedalam bus itu. Saat didalam
bus, aku merasa takut dan membayangkan hal yang aneh-aneh, tetapi lama kelamaan
menjadi tenang karena kakak kelas selalu mengasih motivasi. Sesuai dengan
perjanjian tempat tauran yang dilakukan oleh Emir selaku jagoan dari SMAN 96
dengan salah satu jagoan dari SMAN 32 yaitu di depan Rumah Sakit Fatmawati.
Sesampainya
disebuah warung kopi yang tidak jauh dari Rumah Sakit Fatmawati, kami semua
turun dan berkumpul di warung kopi itu. Terlihat dari kejauhan anak-anak SMAN
32 juga sudah berkumpul disebuah warung sekitar 30-an orang. Setelah mengeluarkan
senjata tajamnya, siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut mulai saling menghina
dengan kata-kata yang kasar. Tidak lama setelah itu Emir langsung mengajak kami
untuk maju dan menyerang menuju warung yang ditempati oleh SMAN 32 dengan
masing-masing memegang senjata tajam. Aku pun lari dengan memegang sebuah gir
yg dipinjam dari temannya Fadly. SMAN 32 pun tidak tinggal diam, mereka juga
ikut maju dan menyerang ke arah kami dengan senjata tajam yang mereka punya. Akhirnya
tauran pun pecah tepat didepan Rumah Sakit Fatmawati, siswa-siswa dari kedua
sekolah pun saling berkelahi maju dan mundur. Aku dan siswa baru lainnya berada
dibelakang kakak kelas karena kami belum mempunyai pengalaman, sesekali Aku dan
Fadly maju kedepan sambil memutar-mutarkan gir yang ada digenggamanku. Warga
yang ada didaerah itu terlihat takut dan mencoba melerai tauran yang terjadi
Rabu siang itu. Tidak lama kemudian polisi-polisi mulai berdatangan dan
siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut berhamburan lari-larian. Aku pun lari
secepat-cepatnya ke gang-gang kecil tanpa mempedulikan yang lain agar lolos
dari tangkapan polisi. Ternyata polisi sudah berada dimana-mana, aku pun dan
teman-temanku tertangkap dan dibawa ke polsek Fatmawati.
Setelah sampai di polsek Fatmawati, ternyata semua
siswa dari SMAN 96 dan SMAN 32 tertangkap oleh polisi. Kami pun langsung
disuruh untuk membuka baju dan celana lalu berjalan jongkok kemudian berbaris
di halaman polsek. Tetapi, terlihat tidak ada satupun siswa dari kedua sekolah
tersebut yang mengalami luka serius karena pada saat tauran baru dimulai aparat
kepolisian langsung bergegas membubarkan dan menangkap siswa-siswa dari kedua
sekolah itu. Nama-nama semua siswa pun didata dan senjata tajam yang dipakai
untuk tauran tadi pun disita oleh polisi. Akhirnya kepala sekolah dari kedua
sekolah tersebut ditelfon oleh pihak kepolisian untuk datang dan membebaskan
siswa-siswanya. Setelah Kepala Sekolah datang, akhirnya kami semua dibebaskan, tetapi
dengan perjanjian bahwa kedua sekolah ini tidak boleh mengulangi perbuatan
tersebut dan harus berdamai. Setelah semuanya disepakati, tepat pukul 18.00
petang siswa-siswa dari kedua sekolah tersebut diperbolehkan pulang kerumah
masing-masing.
Keesokan
harinya pada saat di sekolah, seluruh siswa yang kemarin terlibat dalam kasus
tauran pun dikumpulkan di ruang kepala sekolah. Setelah semua berkumpul,
ternyata kami semua akan disidang oleh Kepala Sekolah dan guru-guru lain. Kepala
Sekolah pun menyuruh kepada semua siswa yang ada di ruangan itu untuk mengaku,
bahwa siapa dalang dari kasus ini dan yang pertama kali mengajak untuk tauran.
Kami semua pun diam, suasana ruangan itu pun hening tanpa ada satu siswa yang
berkata-kata. Tidak lama kemudian, dengan jantannya, Emir mengacungkan tangan
dan mengaku bahwa dibalik semua ini adalah dia dalangnya. Setelah Emir mengaku,
Kepala Sekolah memberikan 2 pilihan hukuman. Hukuman pertama adalah Emir
dikeluarkan dari sekolah dan siswa lainnya terbebas dan bisa mengikuti belajar
seperti biasanya, atau hukuman kedua adalah seluruh siswa yang terlibat tauran
di skorsing seminggu dan dipanggil orang tua dan Emir tidak jadi dikeluarkan
dari sekolah. Pilihan hukuman ini harus sesuai kesepakatan siswa selain Emir.
Kami semua lalu berunding kecuali Emir. Disaat kami ingin berunding, Emir
menyarankan memilih hukuman yang pertama, karena Ia merasa salah dan
bertanggung jawab atas masalah ini. Setelah kami semua selesai berunding, kami
pun bersepakat untuk memilih hukuman yang kedua, seketika Emir pun kaget dan
tidak percaya atas hukuman yang kami pilih ini. Kami pun berfikir tauran ini
dilakukan bersama dan harus semuanya ikut mendapatkan hukuman karena didasari
oleh rasa solidaritas selain itu Emir juga sudah kelas 12 yang sebentar lagi
akan mengikuti ujian nasional, jadi akan rugi jika dikeluarkan. Akhirnya Kepala
Sekolah pun menghargai keputusan yang kami ambil dan menghukum kami semua
sesuai dengan hukuman yang dibilang oleh Kepala Sekolah tadi. Setelah semua
hukuman selesai, kami pun kembali belajar seperti biasa disekolah dan selalu
berkumpul di basecamp setiap pulang sekolah. setiap anak-anak yang berkumpul
disitu mengalami masalah apapun diluar, kami pun siap untuk selalu membantu
menyelesaikan masalahnya dan semua yang sudah terjadi ini lah aku jadi mengerti
apa itu solidaritas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar