1113046000076
Saya
melewati pasar Tanjung Pasir sekita pukul lima sore. Halaman parkir pasar yang
membentang dari utara ke selatan di sepanjang tepi kanan Jalan Raya Pelelangan,
dengan panjang 45 meter dan lebar 10 meter, sedikit demi sedikit sudah mulai
dipenuhi oleh para pedagang sayur, pedagang buah, pedagang perabotan, pedagang
pakaian ada pedagang makanan dan minuman lainnya serta tempat bermain anak-anak
yang disewakan. Mobil-mobil yang di parkir di halaman parkir sudah tidak ada.
Para
pedagang di halaman parkir ini membentuk dua deretan panjang dari utara ke selatan, deretan pertama
berada di sebelah barat dari Jalan Raya Pelelangan, sedangkan deretan kedua berada
di sebelah timur, pada bagian belakang pasar terdapat beberapa kios yang masih
buka, ada pedagang bakso, pedagang mie ayam, dan pedagang es kelapa yang
mengambil berdekatan dengan pedagang sandal sepatu. Beberapa pedagang ada yang
menggunakan gerobak dan alas dari tenda. Di sebelah kiri mereka, kembali
terlihat para pedagang perabot rumah tangga, sayur dan buah yang memanjangkan
dagangan mereka di lantai aspal pelataran, dengan beralaskan tenda biru yang
sangat kasar. Tenda itu mestinya digunakan untuk melindungi dagangan mereka
dari hujan atau dari seuatu yang berada di atas, bukan digunakan sebagai alas.
Mungkin mereka memanfaatkan yang ada, daripada untuk membeli lagi itu malah
membuat kantong mereka memuntahkan uang lagi. Motto pedagang seperti ini
“mengeluarkan pengeluaran sekecil-kecilnya dan memperoleh keuntungan
sebesar-besarnya”. Sudah tak asing ucapan seperti itu.
Pedagang
nasi sudah siap melayani langganannya, pedagang nasi itu tidak lain adalah
nenek dari ayahku. Dagangannya sangat laris, walaupun rasanya enak, harganya
sangat murah untuk di zaman sekarang yang padahal semua bahan barang pokok yang
menaik. Berbeda dengan pedagang nasi yang dekat dengan Kostan Cheryl. Saya
menghampirinya untuk membeli nasi uduknya yang aromanya begitu sedap. Letaknya
persis di samping pohon beringin tua, batangnya benar-benar keras. Di batang
pohon ini ada banyak semut yang menuju ke bagian atas pohon.
Sore
ini tidak banyak yang kelihatan orang yang berbelanja, mungkin karena sepanjang
hari turun hujan, jalanan menjadi becek dan orang-orang agaknya masih malas
untuk keluar dari istananya, betah dengan pulau kapuknya. Di halaman parkir yang
digunakan untuk berdagang itu masih kelihatan ada genangan air. Pada deretan
sebelah barat di belakang para pedagang terdapat aliran air got. Baunya sangat
mengganggu pernafasan, tercium sampai ke jalan raya.
Bau
itu masih tercium ketika sekitar sembilan malam, saya dengan saudara belanja di
pasar. Seluruh pelataran sudah dipenuhi pedagang dan orang-orang yang berbelanja.
Udara di malam hari cukup dingin, dan kami memutuskan untuk makan mie ayam
sambil melihat ramainya pasar kaget di malam hari.
Kami
duduk di ujung kanan pasar, karena di ujung ini banyak pedagang makanan.
Kebetulan gerobak mie ayam berdekatan dengan tukang bakso, sehingga setelah
selesai makan mie ayam dapat ditutup dengan makan bakso. Panas kompor tukang
mie ayam dan bakso ditambah dengan asap yang mengepul dari panci yang mendidih,
membuat malam di pasar makin menyenangkan. Pembeli bakso cukup banyak, begitu
juga dengan pembeli mie ayam, terlihat semangat Abang bakso dan mie ayam.
Terdengar
samar-samar suara gitar Rio, pengamen pasar. Makin lama, suaranya semakin jelas
tepat di dekat telingaku. Kelihatannya semua orang sudah terbiasa dengan
pengamen pasar ini, dengan pakaian seadanya dan gitar tua miliknya. Memainkan
gitar genjreng-genjreng, mereka
yang mendengar hanya memberikan komentar di belakang Rio, hanya hitungan jari
yang bergerak untuk memasukkan uangn ke dalam plastik permen yang dibawa Rio.
Dia melanjutkan langkahnya ke tempat lain, sosoknya hilang dari pandanganku,
begitu juga dengan suaranya yang sember hilang oleh kebisingan tawar-menawar
ibu-ibu yang membeli pakaian dan suara sendok yang bersentuhan dengan mangkuk
bakso.
Pak
Jaka pedagang es kelapa merapihkan jualannya, sepertinya malam hari tidak cocok
berjualan es. Buktinya saja dari tadi hanya mengobrol dengan tukang sandal yang
berada tepat di sampingnya. Kotak es batu diangkat dan diletakkan ke dalam
gerobak, kursi untuk alas kotak es juga diletakkan ke dalam gerobak. Dia mengangkat
tangannya kepada para penjual lain, mungkin itu bentuk sapaannya kepada para
pedagang lain.
Tak
beberapa lama banyak yang menyusul untuk bergegas, akhirnya kami memutuskan
untuk kembali ke rumah. Melelapkan mata sejenak untuk beraktivitas di esok hari.
Selepas
shalat subuh, saya dan teman-teman jogging. Kami melewati pasar kaget, berniat
ingin ke pantai. Melihat pemandangan yang berbeda, tanah yang lapang tanpa
pasar dengan aneka jualan atau tempat parkir yang sesak dengan mobil-mobil.
Namun setelah selesai jogging kami lewat jalan pulang melalui Jalan Raya Pelelangan,
terlihat kembali beberapa mobil yang siap memenuhi tanah tadi. Tanah ini
padahal baru istirahat beberapa jam saja, begitulah nasibnya selalu seperti
itu.
Secara garis besar pengembangan pola deskripsi model 7 sudah sangat bagus dan sesuai. Pilihan diksi dan EYD juga sesuai dengan aturan. Akan tetapi di akhir cerita kurang digambarkan secara jelas, bagaimana keadaan pasar setelah siang sampai sore.
BalasHapusZaky baca lagi ya akhir ceritanya :)
BalasHapusMemang saat siang sampai sore, tidak digambarkan oleh penulis
Tulisan ini sangat baik dari segi EYD sampai teknik menulis paragraf deskripsi. Satu-satunya kesalahan yang saya temukan ialah penulisan "rapih" (seharusnya rapi) lainnya tidak. Saya tunggu tulisan-tulisan berikutnya ya.
BalasHapusTerima kasih Guru Bahasaku atas harapan yang positifnya :)
BalasHapus