Senin, 06 April 2015

Pasar Kaget Tanjung Pasir

Syarifatul Jannah 
1113046000076
            Saya melewati pasar Tanjung Pasir sekita pukul lima sore. Halaman parkir pasar yang membentang dari utara ke selatan di sepanjang tepi kanan Jalan Raya Pelelangan, dengan panjang 45 meter dan lebar 10 meter, sedikit demi sedikit sudah mulai dipenuhi oleh para pedagang sayur, pedagang buah, pedagang perabotan, pedagang pakaian ada pedagang makanan dan minuman lainnya serta tempat bermain anak-anak yang disewakan. Mobil-mobil yang di parkir di halaman parkir sudah tidak ada.
            Para pedagang di halaman parkir ini membentuk dua deretan panjang dari utara ke selatan, deretan pertama berada di sebelah barat dari Jalan Raya Pelelangan, sedangkan deretan kedua berada di sebelah timur, pada bagian belakang pasar terdapat beberapa kios yang masih buka, ada pedagang bakso, pedagang mie ayam, dan pedagang es kelapa yang mengambil berdekatan dengan pedagang sandal sepatu. Beberapa pedagang ada yang menggunakan gerobak dan alas dari tenda. Di sebelah kiri mereka, kembali terlihat para pedagang perabot rumah tangga, sayur dan buah yang memanjangkan dagangan mereka di lantai aspal pelataran, dengan beralaskan tenda biru yang sangat kasar. Tenda itu mestinya digunakan untuk melindungi dagangan mereka dari hujan atau dari seuatu yang berada di atas, bukan digunakan sebagai alas. Mungkin mereka memanfaatkan yang ada, daripada untuk membeli lagi itu malah membuat kantong mereka memuntahkan uang lagi. Motto pedagang seperti ini “mengeluarkan pengeluaran sekecil-kecilnya dan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya”. Sudah tak asing ucapan seperti itu.
            Pedagang nasi sudah siap melayani langganannya, pedagang nasi itu tidak lain adalah nenek dari ayahku. Dagangannya sangat laris, walaupun rasanya enak, harganya sangat murah untuk di zaman sekarang yang padahal semua bahan barang pokok yang menaik. Berbeda dengan pedagang nasi yang dekat dengan Kostan Cheryl. Saya menghampirinya untuk membeli nasi uduknya yang aromanya begitu sedap. Letaknya persis di samping pohon beringin tua, batangnya benar-benar keras. Di batang pohon ini ada banyak semut yang menuju ke bagian atas pohon.
            Sore ini tidak banyak yang kelihatan orang yang berbelanja, mungkin karena sepanjang hari turun hujan, jalanan menjadi becek dan orang-orang agaknya masih malas untuk keluar dari istananya, betah dengan pulau kapuknya. Di halaman parkir yang digunakan untuk berdagang itu masih kelihatan ada genangan air. Pada deretan sebelah barat di belakang para pedagang terdapat aliran air got. Baunya sangat mengganggu pernafasan, tercium sampai ke jalan raya.
            Bau itu masih tercium ketika sekitar sembilan malam, saya dengan saudara belanja di pasar. Seluruh pelataran sudah dipenuhi pedagang dan orang-orang yang berbelanja. Udara di malam hari cukup dingin, dan kami memutuskan untuk makan mie ayam sambil melihat ramainya pasar kaget di malam hari.
            Kami duduk di ujung kanan pasar, karena di ujung ini banyak pedagang makanan. Kebetulan gerobak mie ayam berdekatan dengan tukang bakso, sehingga setelah selesai makan mie ayam dapat ditutup dengan makan bakso. Panas kompor tukang mie ayam dan bakso ditambah dengan asap yang mengepul dari panci yang mendidih, membuat malam di pasar makin menyenangkan. Pembeli bakso cukup banyak, begitu juga dengan pembeli mie ayam, terlihat semangat Abang bakso dan mie ayam.
            Terdengar samar-samar suara gitar Rio, pengamen pasar. Makin lama, suaranya semakin jelas tepat di dekat telingaku. Kelihatannya semua orang sudah terbiasa dengan pengamen pasar ini, dengan pakaian seadanya dan gitar tua miliknya. Memainkan gitar  genjreng-genjreng, mereka yang mendengar hanya memberikan komentar di belakang Rio, hanya hitungan jari yang bergerak untuk memasukkan uangn ke dalam plastik permen yang dibawa Rio. Dia melanjutkan langkahnya ke tempat lain, sosoknya hilang dari pandanganku, begitu juga dengan suaranya yang sember hilang oleh kebisingan tawar-menawar ibu-ibu yang membeli pakaian dan suara sendok yang bersentuhan dengan mangkuk bakso.
           Pak Jaka pedagang es kelapa merapihkan jualannya, sepertinya malam hari tidak cocok berjualan es. Buktinya saja dari tadi hanya mengobrol dengan tukang sandal yang berada tepat di sampingnya. Kotak es batu diangkat dan diletakkan ke dalam gerobak, kursi untuk alas kotak es juga diletakkan ke dalam gerobak. Dia mengangkat tangannya kepada para penjual lain, mungkin itu bentuk sapaannya kepada para pedagang lain.
            Tak beberapa lama banyak yang menyusul untuk bergegas, akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke rumah. Melelapkan mata sejenak untuk beraktivitas di esok hari.
            Selepas shalat subuh, saya dan teman-teman jogging. Kami melewati pasar kaget, berniat ingin ke pantai. Melihat pemandangan yang berbeda, tanah yang lapang tanpa pasar dengan aneka jualan atau tempat parkir yang sesak dengan mobil-mobil. Namun setelah selesai jogging kami lewat jalan pulang melalui Jalan Raya Pelelangan, terlihat kembali beberapa mobil yang siap memenuhi tanah tadi. Tanah ini padahal baru istirahat beberapa jam saja, begitulah nasibnya selalu seperti itu.
           

4 komentar:

  1. Secara garis besar pengembangan pola deskripsi model 7 sudah sangat bagus dan sesuai. Pilihan diksi dan EYD juga sesuai dengan aturan. Akan tetapi di akhir cerita kurang digambarkan secara jelas, bagaimana keadaan pasar setelah siang sampai sore.

    BalasHapus
  2. Zaky baca lagi ya akhir ceritanya :)
    Memang saat siang sampai sore, tidak digambarkan oleh penulis

    BalasHapus
  3. Tulisan ini sangat baik dari segi EYD sampai teknik menulis paragraf deskripsi. Satu-satunya kesalahan yang saya temukan ialah penulisan "rapih" (seharusnya rapi) lainnya tidak. Saya tunggu tulisan-tulisan berikutnya ya.

    BalasHapus
  4. Terima kasih Guru Bahasaku atas harapan yang positifnya :)

    BalasHapus