Senin, 06 April 2015

Ruang Kelas Sudut Fakultas, deket Mushalah



Oleh: Elgi Nurfalahi 1113046000067


Pintu sebelah kiri masih terbuka dan seperti biasanya pintu yang kanan tertutup karena ukurannya yang kecil dan hanya didisain untuk melengkapi pintu yang besar, dari luar maupun dari dalam sang pintu terlihat berwarna coklat karena hampir semua pintu di fakultas ini berwarna coklat, tidak hanya warna, tingginya pun seukuran satu sama lain dan anehnya di pintu yang bagian kecil sama-sama ada kaca yang berguna untuk mengintip atau melihat suasana didalam ruangan.
Kaki kanan saya melangkah mengawali untuk memasuki ruangan ini, seperti biasa pandangan saya tersudut mengarah pada kursi dosen yang kala ini masih kosong tanpa nahkoda, seketika itu hidung saya menghirup dalam-dalam udara bernafas karena saya tidak terlambat. Suasana sudah ramai gemuruh percakapan kawan-kawan didalam, perbincangan berupa berbagai bidang, keilmuan maupun pengalaman. Kursi-kursi yang berbentuk sama berbaris berbanjar namun tak beraturan, saya daratkan untuk  duduk dibarisan kursi bagian depan, sekitar lima puluhan kursi bersarang di ruangan ini,dan semuanya kompak berwarna coklat dari depan sampai depan ruangan.
Dingin, pagi-pagi disini sudah terasa dingin, sang pendingin sudah mendinginkan dan  menguasai ruangan yang ketika itu sudah mendinginkan suasana. Berbeda dengan kursi dan pintu tadi,saya sang pendingin di ruangan ini di simpan berpasangan, dan berwarna putih nan elegan,keatas-kebawah. Saya tolehkan pandangan saya kesisi kiri, dia Nampak usang dan tua tak berguna kipas angin yang dulunya berguna sekarang mati tak berdaya guna karena tersaingi sang pendingin ruangan yang berpasangan, dan hanya sendiri dan sudah mati. Tak lama kemudian pandangan saya teralihkan oleh wanginya parfum dari seseorang berpakaian merah muda yang berjalan tepat dihadapan tempat duduk saya dan tersadar saya menoleh menghadapkan pandangan kesebelah kanan, terlihat jendela-jendela berangka dan berkacakan hitam berbaris beraturan.
Rambutnya sudah tidak beraturan dia melangkah masuk kedalam ruangan, papan tulis tepat membentang lebar percaya diri di depan, lantainya berkolaborasi dengan lampu yang memamtulkan cahaya untuk menerangi suasana ruangan, sama-sama putih, lantai, atap, papan tulis dan rambut bapak dosen ketika itu,tapi putihnya tidak menyeluruh karena lantai yang terdapat kotoran, papan tulis yang cemong karena peran spidol sebagai rekannya, dan rambut bapak yang tercampur antara uban dan hitam asli rambutnya. Langkahnya masih gagah dan kuat berjalan sambil membawa jinjingan hitam beliau menguasai ruangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar