Bercermin, Namun Menutup Mata
Oleh; Elgi Nurfalahi
Di
pagi hari yang cerah itu pada pukul tujuh, pelajar mulai berdatangan, satu
persatu langkah kaki terdengar lalu keramaian mewarnai tempat pertemuan. Ruangan
bangunan itu masih berarsitekturkan zaman penjajahan belanda sehingga tampak
suasana seperti tempo dulu. Ujang memperhatikan ruang pertemuan tersebut, tak ada
sofa dan juga pendingin ruangan, yang ada hanyalah hamparan karpet hijau dan
dinding-dinding yang kecoklatan.
Ujang
merupakan pemeran yang mewakili para pelajar, pada perkumpulan tersebut Ujang
dan Kawan-kawan akan berperan, dibagi ke beberapa kelompok yang jenis perannya sebagai
perwakilan seputar orang-orang yang berperan dalam dunia pendidikan, yaitu
pemerintah, kementerian, sekolah, orang tua sampai pelajar.
Dunia
pendidikan merupakan pokok perbincangan Ujang dan kawan-kawan di ruangan itu, lalu
Perbincangan pun di mulai “Mereka merupakan harapan kami, untuk agamanya, bangsanya,
dan Negaranya. menjadikan mereka soleh merupakan tujuan kami, yang kami
inginkan adalah menjadikan mereka bermoral dan berakhlak, karena kebahagiaan kami adalah kebahagia mereka” ujar Ayu sebagai pemeran perwakilan orang tua
dalam diskusi.
“Sebenarnya
para pelajar datang ke sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pengetahuan
dan tingkat pendidikannya, pada umumnya menjadikan
pelajar cerdas dan berwawasan merupakan tujuan utama setiap sekolah. Kami bahagia
apabila setiap pelajar bisa menjadi sukses, maka pesan kami untuk pelajar
apabila sukses nanti jangan lupakan sekolah sebagai tempat awal kalian berjuang.
Gapailah mimpi kalian dan raihlah cita-cita“. Seperti itulah kata-kata pemeran
perwakilan sekolah yang dikutif oleh Ujang, sontak suara tepuk tangan meramaikan ruangan.
Seakan
menimbulkan rasa persaingan di dalam ruangan, lalu pemeran perwakilan
kementerian menunjukkan pesannya di hadapan forum “mengatur sistem pendidikan merupakan tugas yang
selama ini kami emban, tentunya hal tersebut dalam rangka menjadikan pelajar
bangsa indonesia setingkat kualitasnya dengan Negara-negara maju di dunia. Mari
lah kita tingkatkan kualitas pendidikan bangsa indonesia“ bagaikan korek api
yang memicu bensin, suara tepuk tangan bergemuruh bersamaan, lalu ruangan pun
menjadi ramai.
Keadaan
mulai berwarna yang mengangkat sebuah realita, “Lalu mengapa yang terjadi malah
cenderung peningkatan tindak tauran, pergaulan bebas dan kekerasan di dunia
pelajar?”. Tanya Ujang, “itu merupakan kesalahan pelajar yang tidak mau di
didik” jawab bambang dengan tenangnya sambil megelus janggutnya yang jarang, namun
Ayu sontak tidak terima dengan pernyataan bambang tersebut. Suara lantang Ayu membuat
hening suasana, sambil memasang muka yang penuh belas kasih Ayu mengutarakan
bahwa kesalahan bukan sepenuhnya milik pelajar
dan orang tua, tapi ada faktor pemerintah, sekolah, kementerian dan pihak lainnya.
Semua dalam ruangan terdiam, Seolah tidak
mau di salahkan pihak perwakilan sekolah pun mulai geram, dengan dalih
mengalihkan tanggung jawab kesalahan pelajar kepada orang tua, begitu pula kementerian yang menyalahkan
sekolah, dan pemerintah yang di salahkan pula oleh sekolah.
Sudut ruangan berbicara Ujang terdiam
dan merenung akan perseteruan yang terjadi di ruangan itu, pada awalnya masing-masing
perwakilan banyak menyatakan hal yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan, namun
yang terjadi di forum malah saling tembak kanan dan tembak kiri, berlindung di
punggung kawan setelah melempar bom waktu kedalam ruangan yang penuh dengan keramain,
pada hakikatnya kesadaran ada pada diri setiap pribadi, namun tidak banyak
ketidakpedulian justru sebab hambatan dalam menjadikan tujuan yang hakiki.
maksudnya apa gi hubungannya sama judulnya? w masih belum ngerti nh hehe
BalasHapus