Kamis, 30 April 2015



Bercermin, Namun Menutup Mata
Oleh; Elgi Nurfalahi

            Di pagi hari yang cerah itu pada pukul tujuh, pelajar mulai berdatangan, satu persatu langkah kaki terdengar lalu keramaian mewarnai tempat pertemuan. Ruangan bangunan itu masih berarsitekturkan zaman penjajahan belanda sehingga tampak suasana seperti tempo dulu. Ujang memperhatikan ruang pertemuan tersebut, tak ada sofa dan juga pendingin ruangan, yang ada hanyalah hamparan karpet hijau dan dinding-dinding yang kecoklatan.
            Ujang merupakan pemeran yang mewakili para pelajar, pada perkumpulan tersebut Ujang dan Kawan-kawan akan berperan, dibagi ke beberapa kelompok yang jenis perannya sebagai perwakilan seputar orang-orang yang berperan dalam dunia pendidikan, yaitu pemerintah, kementerian, sekolah, orang tua sampai pelajar.
            Dunia pendidikan merupakan pokok perbincangan Ujang dan kawan-kawan di ruangan itu, lalu Perbincangan pun di mulai “Mereka merupakan harapan kami, untuk agamanya, bangsanya, dan Negaranya. menjadikan mereka soleh merupakan tujuan kami, yang kami inginkan adalah menjadikan mereka bermoral dan berakhlak, karena  kebahagiaan kami adalah kebahagia mereka”  ujar Ayu sebagai pemeran perwakilan orang tua dalam diskusi.
            “Sebenarnya para pelajar datang ke sekolah dalam rangka meningkatkan kualitas pengetahuan dan tingkat  pendidikannya, pada umumnya menjadikan pelajar cerdas dan berwawasan merupakan tujuan utama setiap sekolah. Kami bahagia apabila setiap pelajar bisa menjadi sukses, maka pesan kami untuk pelajar apabila sukses nanti jangan lupakan sekolah sebagai tempat awal kalian berjuang. Gapailah mimpi kalian dan raihlah cita-cita“. Seperti itulah kata-kata pemeran perwakilan sekolah yang dikutif oleh Ujang, sontak suara tepuk tangan  meramaikan ruangan.
            Seakan menimbulkan rasa persaingan di dalam ruangan, lalu pemeran perwakilan kementerian menunjukkan pesannya di hadapan forum  “mengatur sistem pendidikan merupakan tugas yang selama ini kami emban, tentunya hal tersebut dalam rangka menjadikan pelajar bangsa indonesia setingkat kualitasnya dengan Negara-negara maju di dunia. Mari lah kita tingkatkan kualitas pendidikan bangsa indonesia“ bagaikan korek api yang memicu bensin, suara tepuk tangan bergemuruh bersamaan, lalu ruangan pun menjadi ramai.
           
Dia berdiri tegak dan mengangkat tangannya, pemeran perwakilan pemerintah itu adalah bambang, hampir perawakannya seperti bapak presiden Indonesia   “ kami ingin, generasi bangsa indonesia bisa menjadikan Negeri ini maju, dengan harapan kepada kalian wahai generasi penerus bangsa, teruslah belajar raihlah mimpi-mimpi kalian dan berjuanglah untuk Negara dalam mewujudkan Negara yang berdaya saing yang kuat dan kompeten”. Gemuruh semangat berkobar-kobar memenuhi ruangan, seolah masa depan yang cerah berada di depan mata.
            Keadaan mulai berwarna yang mengangkat sebuah realita, “Lalu mengapa yang terjadi malah cenderung peningkatan tindak tauran, pergaulan bebas dan kekerasan di dunia pelajar?”. Tanya Ujang, “itu merupakan kesalahan pelajar yang tidak mau di didik” jawab bambang dengan tenangnya sambil megelus janggutnya yang jarang, namun Ayu sontak tidak terima dengan pernyataan bambang tersebut. Suara lantang Ayu membuat hening suasana, sambil memasang muka yang penuh belas kasih Ayu mengutarakan bahwa kesalahan bukan sepenuhnya  milik pelajar dan orang tua, tapi ada faktor pemerintah, sekolah, kementerian dan pihak lainnya.
Semua dalam ruangan terdiam, Seolah tidak mau di salahkan pihak perwakilan sekolah pun mulai geram, dengan dalih mengalihkan tanggung jawab kesalahan pelajar kepada orang tua,  begitu pula kementerian yang menyalahkan sekolah, dan pemerintah yang di salahkan pula oleh sekolah.
Sudut ruangan berbicara Ujang terdiam dan merenung akan perseteruan yang terjadi di ruangan itu, pada awalnya masing-masing perwakilan banyak menyatakan hal yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan, namun yang terjadi di forum malah saling tembak kanan dan tembak kiri, berlindung di punggung kawan setelah melempar bom waktu kedalam ruangan yang penuh dengan keramain, pada hakikatnya kesadaran ada pada diri setiap pribadi, namun tidak banyak ketidakpedulian justru sebab hambatan dalam menjadikan tujuan yang hakiki.

1 komentar:

  1. maksudnya apa gi hubungannya sama judulnya? w masih belum ngerti nh hehe

    BalasHapus