Kembalinya Pendidikan Indonesia Ke Zaman
Penjajahan Belanda
Oleh : Imam Gunadi
Dewasa ini, pendidikan adalah pilar penggerak kemajuan suatu negara,
bagaimana tidak ? tanpa SDM(Sumber Daya Manusia) yang berkualitas Indonesia
tidak akan menjadi negara yang berkualitas, karena dengan SDA(Sumber Daya Alam)
yang begitu melimpah Indonesia akan kesusahan untuk mengelolanya, sehingga
hanya bisa mengekspor bahan mentah dan mengimpor bahan jadi yang mana bahan
mentah dari barang jadi tersebut berasal dari Indonesia, dan sudah pasti, bahan
jadi lebih mahal dibandingkan bahan mentah. Akibatnya, biaya impor lebih tinggi
dibandingkan pendapatan ekspor negara. Dari situlah, sumber daya manusia
menjadi sangat penting bahkan bersifat vital bagi semua negara.
Bila meneropong pendidikan Indonesia,
pendidikan di Indonesia masih bisa dibilang lebih rendah dibandingkan negara
tetangga, sebut saja Malaysia, yang mayoritas sekolah-sekolah atau universitas
dinegara tersebut, teknologinya lebih maju, sedangkan bila melihat sekolah-sekolah
di Indonesia sendiri, masih banyak sekali sekolah yang masih menggunakan kapur
untuk menulis, berlantai tanah, dinding yang terbuat dari kayu, dan atap yang
berlubang sehingga ketika hujan mereka terkena air hujan yang menembus atap.
walaupun sudah ada yang menggunakan komputer atau teknologi sebagai media
pembelajaran, hal tersebut pendistribusiannya masih dilingkungan perkotaan,dan
dengan biaya sekolah yang amat tinggi.
Melihat pengalaman saya sendiri, yang waktu itu melakukan kegiatan bakti
sosial di Provinsi Lampung khususnya kabupaten Pesisir Barat, ada satu sekolah
yang sangat membuat saya tercengang, entah itu kurangnya perhatian dari
pemerintah, atau memang kurungnya informasi sehingga sekolah tersebut tidak terawat.
Sekolah tersebut berdidnding papan yang berlubang, berlantai tanah dan adanya
lubang diatapnya. Selain itu , karena jarak sekolah yang sangat jauh dari rumah
siswa atau siswi, banyak siswa dan siswi yang harus merelakan tenaganya untuk
berjalan kaki menuju sekolah berkilo-kilo meter.
Sedangkan bila meneropong dari segi biaya pendidikan, lama-kelamaan
pendidikan di Indonesia makin menunjukan atau mengembalikan penduduk proletar
Indonesia ke zaman penjajahan Belanda, yang mana di zaman Ki Hajar Dewantoro
hanya dibolehkannya masyarakat borjuis saja yang boleh bersekolah, sedangkan masyarakat
proletar tertindas oleh kebodohan, dan diwaktu itu Ki Hajar Dewantoro menentang
hal tersebut sehingga masyarakat proletar bisa menikmati pendidikan. tetapi,
seakan-akan semua perjuangan bapak pendidikan tersebuat menjadi sia-sia, karena
di zaman ini masyarakat proletar kembali lagi ke zaman penjajahan belanda. Melihat
Indonesia dengan sistem ekonomi kerakyatannya yang kenyataanya terlihat seperti
kapitalisme, dengan mayoritas investor dari negara asing, membuat sebagian
besar pendududuk proletar Indonesia
harus rela berkerja dengan perusahaan asing tersebut dengan gaji yang amat
kecil dan jam kerja diatas depalan jam sehari.
Semakin
berkembangnya teknologi di Indonesia otomatis membuat pekerja atau buruh
dikurangi dari perusahaan, dikarenakan lebih baiknya pengelolaan menggukan
teknologi di bandingkan buruh yang hasil produksinya lebih sedikit dibandingkan
teknologi. Akibatnya, banyak pekerja yang menganggur karena kurangnya keahlian
yang dimiliki dan tentu saja penyebanya adalah tidak adanya biaya untuk
meneruskan pendidikan, selain itu kebanyak lapangan pekerjaan di Indonesia
sendiri dari zaman ke zaman lebih mementingkan pekerja yang lulusannya minimal
S-1. karena banyaknya pengangguran yang tidak bisa dihindari, akibatnya banyak
masyarakat proletar di Indonesia yang mencari makan dengan menghalalkan segala
cara, baik itu mencuri, merampok, dan bahkan sampai terjadi pembunuhan.
Selain itu, bertambahnya hutang di negara ini membuat pendidikan semakin
mahal. dikarenakan hutang semakin bertambah, maka efek dari hal tersebut,
membuat pendidikan negeri selalu menaikkan biaya sekolahnya untuk menambah APBN
yang habis untuk membayar hutang dan seakan subsidi tak berkutik sedikitpun. Sehingga
pendidikan yang harusnya menjadi hak setiap manusia, menjadikan pendidikan
sebagai hak golongan borjuis.
Opininya sudah cukup mengena jika Pemerintah membaca mungkin sebagai salah satu renungan untuknya setelah membaca opini Imam.
BalasHapusNamun di dalam penulisan masih banyak terdapat kesalahan, Mam. Saran saya, sebelum diposting terlebih dahulu dibaca ulang :)
Lalu ingin menambahkan masalah tenaga kerja, faktanya di zaman sekarang yang bergelar S1 lebih sulit mencari pekerjaan. Siswa yang lulusan SMA lebih mudah untuk mencari pekerjaan seperti di Pabrik yang memang gajinya sangat minim. Bagaimana negeri kita ini, Mam? Apakah Para Pengusaha tidak sanggup membayar gaji yang bergelar S1?
Saya pernah mendengar perkataan seperti "lebih baik memperkerjakan lulusan SMA, bisa kita bayar murah. Kalau memang belum paham pekerjaannnya bisa kita ajari, dibandingkan memperkerjakan lulusan S1 yang ingin gajinya besar." Bagaimana? :(