Kereta Perahu
Malam
kini telah berlalu, laron-laron semalam
yang tengah berterbangan di sekitar lampu pematangan sawah kini telah kembali
ke peraduannya tanpa ditemani kedua sayapnya yang terkadang begitu lemah. Yang
terdengar kini hanyalah sederet nyanyian burung yang berkicau dengan ditemani
suara adzan subuh yang berasal dari masjid Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah di
ujung sana, menambah kesejukan hati setiap yang insan yang mendengarnya.
“Allahu
akbar… Allahu akbar” suara lantunan adzan yang begitu samar-samar terdengar
karna bertemu dengan geraknya suara angin yang sama sekali tak bersuara.
Ketika
itu suasana Pondok Pesantren Al-Qura’aniyah dengan seperti biasanya
memperlihatkan segenap aktifitas para santri yang tengah sibuk mempersiapkan
dirinya untuk pergi segera ke masjid guna shalat berjama’ah, meninggalkan
segenap kenikmatan indahnya dibalik tidur yang belum tentu semua orang dapat
melaksankannya.
*****
“Qum..Qum..Qum” ucap Ustad Syukron sambil
menggedor-gedor pintu untuk segera membangunkan para santri unuk segera shalat
berjamaah. Ketika mendengar suara sang Ustad Syukron yang memang tengah
menjalankan tuasnya seperti biasa, semua para santri segera bangun untuk pergi
ke kamar mandi dan ada juga yang langsung mengenakan pakaian koko sepaket
dengan sarungnya. Setelah selesai membangunkan para santri di satu kamar,
kemudian Ustad Syukron segera pergi lagi ke kamar lainnya untuk membangunkan
para santrinya yang lain, begitu seterusnya sampai semua santri terbangun.
Fahri yang pada saat itu tengah mengetahui bahwa
sang ustad telah pergi, segera kembali ke kasurnya untuk segera melanjutkan
istirahatnya yang tadi sempat terganggu. Akan tetapi dengan begitu sialnya sang
ustad kembali lagi ke Asrama Cordoba untuk mengecek siapa yang masih belum
bangun. Melihat Fahri yang masih tetap tertidur bagaikan mangsa yang empuk ia
segera menyiram seluruh bagian tubuh Fahri hingga kasur kesayangannya yang
dipenuhi dengan sederet karikatur gambar Pulau Indonesia kini menjadi basah
semua. Merasakan tubuhnya yang basah kedinginan, Fahri segera terbangun dengan
di barengi suara tertawa para santri yang melihat kejadian tersebut, dengan
tanpa wajah dosa sang ustad segera pergi meninggalkan asrama setelah tau bahwa
tugasnya telah selesai.
****
Fahri dan Ihsan adalah sepasang sahabat yang tengah
menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah sejak enam tahun yang lalu.
Kini mereka tengah disibukkan dengan aktifitas belajar untuk menghadapi Ujian
Nasional. Mereka adalah sepasang sahabat yang begitu saling menghargai dan
menyayangi satu sama lain layak seorang adik dan kakak. Yang saling mensuport satu sama lain ketika masalah
sedang menghampiri. Bahkan mereka selalu bersama-sama ketika pergi kemana-mana,
sehingga di juluki para santri yang lain, bagaikan magnet yang selalu menempel.
“San, hayuk cepat pergi ke kelas, sebentar lagi
lonceng tanda masuk sekolah akan berbunyi” ucap Ihsan dengan wajah yang serius
sambil menunggu sahabatnya yang tengah memakai sepatu.
“Iya, sebentar pay. Ini sedikit lagi selesai” ucap
Fahri sambil mengaitkan tali sepatunya yang begitu kotor.
“Tetttt..Tettt..Tett” Tak lama kemudian bunyi
lonceng bel berbunyi. Fahri yang pada saat itu masih menggunakan sepatunya
hanya di bagian kaki kirinya begitu panic ketika mendengar bel telah berbunyi.
Sedangkan sahabatnya Ihsan, dengan wajah yang kesal masih menunggu sahabatnya
yang selalu mengulang kebiasaanya terlambat pergi ke kelas. Begitu Fahri siap,
mereka berdua langsung berlari menuju lapangan untuk segera ikut berbaris.
Namun sangat disayangkan, doa apel pagi yang
dijadikan rutinitas para santri sebelum masuk kelas telah usai. Dengan wajah
tanpa berdosa Ihsan dan Fahri segera mngikuti barisan di bagian paling belakang
mengikuti santri yang lainnya. Akan tetapi, ternyata ulah mereka berdua tengah
diketahui oleh Pak Nadra yang tengah mengawasi jalannya doa bersama di depan
kantor sekertariat pondok. Melihat tingkahnya yang tengah diawasi, Fahri dan
Ihsan sama sekali tidak berani membalas tatapan Pak Nadra yang begitu menusuk.
Dan mereka berdua sadar, bahwa sebentar lagi perang dunia ketiga akan segera
dimulai.
“Ihsan!!! Fahri!!! Kemari kalian berdua!!!” gertak
Pak Nadra dengan memperlihatkan wjahnya yang begitu sangar. Sedangkan para
siswa yang lain masih tetap terdiam untuk segera melihat apa yang akan terjadi.
Mungkin sebagian mereka menganggap ini adalah sebuah tontonan di pagi hari yang
bisa membuat mereka menjadi lebih besemangat.
“Yang lain kenapa masih disini ? mau saya hukum juga
? cepat masuk ke kelas!!!” perintah Pak Nadra kepada siswa yang masih berkumpul
di pinggir lapangan.
Sementara Ihsan dan Fahri dengan kaki yang gemetar
mencoba menguatkan diri untuk menghadapi sang penguasa pondok yang kini tepat
ada di depan mereka berdua.
“Kenapa kalian berdua telat ?” Semprot Pak Nadra
yang kini membuat jantung Ihsan dan Fahri begitu berdebar-debar dan membuat
mereka dengan segera menelan dahaknya tanda ketakutan yang amat mendalam.
Pak Nadra adalah guru mata pelajaran Matematika yang
memang terkenal galak di seantro Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah. Semua siswa
tidak ada yang berani melawan perkataan beliau karna memang wibawanya yang
tinggi juga ditambah beliau adalah seorang guru yang sangat begitu disiplin dan
tidak pernah main-main.
“Maaf pak, tadi kamar mandinya sangat penuh” ucap
Fahri membela dirinya.
“mmmm..sssaaya dari buang air besar tadi ppaak” ucap
Ihsan dengan suara yang gemetaran.
“Halaaaaaah!!! Alasan basi!!! Sekarang cepat kau push-up lima puluh kali, setelah itu
jalan jongkok mengitari lapangan lima kali. Cepat!!!” Perintah Pak Nadra dengan
begitu tegas.
“Tapi paaaaaakk” belum selesai melanjutkan
ucapannya, Ihsan langsung mendapatkan tatapan mata melotot Pak Nadra yang
begitu menakutkan. Sehingga ia segera mengurungkan niatnya, untuk meminta dispensasi atas hukuman yang diberikan.
“Tidak ada tapi-tapiaan. Apa mau ku tambah hukuman
kau ?” tantang pak nadra kepada mereka berdua.
Mendengar ancaman yang sama sekali tidak
menguntungkan, Fahri dan Ihsan tanpa diberi komando lagi segera menjalankan
hukumannya.
*****
Pelaksanaan ujian nasional sudah sebulan yang lalu
dilalui para siswa/I Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah. Dan dengan mengucapkan
puji syukur Ustad Darul sangat merasa senang, karna tahun ini dinyatakan bahwa
para muridnya dinyatakan lulus seratus persen sesuai dengan ketentuan mentri
pendidikan.
Dan kini para santri tengah merayakan kebahagian
tersebut dengan berjalan-jalan ke kota wisata bandung dengan menaiki kereta.
Semua biaya yang menanggung adalah Ustad Darul yang menjabat sebagai kepala
sekolah.
Fahri dan Ihsan kala itu degan begitu semangatnya
mempersiapkan semua kebutuhannya untuk pergi ke kota bandung. Dengan jumlah
empat puluh satu murid yang tengah berkumpul di lapangan depan masjid, mereka
tengah siap untuk segera pergi dan merefreshkan otak mereka yang selama ini
terlalu lelah berkutat dengan lembaran buku untuk menghadapi Ujian Nasional.
****
Kini semua para siswa
tengah berada di kereta lokomotif jurusan bandung. Mereka berada dalam satu
gerbong yang sama. Dengan begitu ringnya para siswa melihat pemandangan yang
indah dari balik jendela kereta. Akan tetapi setelah setengah pejalanan
dilalui, pada saat melewati jembatan Cisomang kereta anjlok sehingga laju
kereta yang tadinya berjalan dengan begitu cepat seketika menjadi terhenti dan
membuat badan kereta menjadi terhempas dan keluar dari lintasan. Para santri
yang dengan seketika beteriak histeris ketakutan. Fahri dan Ihsan yang pada
saat itu tengah duduk bersampingan juga terhempas mengikuti badan kereta yang
jatuh ke dalam sungai.
Ihsan dan Fahri yang
pada saat itu terjepit badan kereta, tak bisa keluar untuk naik ke atas
permukaan air. Akan tetapi karna Ihsan adalah seorang pemudah yang tangguh
dibandingkan dengan Fahri, ia berhasil mendorong benda besar yang menghalangi
pintu keluar kereta. Melihat Fahri yang masih didalam dengan badan yang tak
berdaya, ia segera menarik tangan Fahri untuk mendorongnya keluar dari badan
kereta. Dengan mengeluarkan seluruh tenaganya untuk melewati tantangan maut
yang ada di depan mata, Ihsan berhasil keluar ke atas permukaan air dengan
menarik badan Fahri yang begitu berat karna sudah setengah sadar. Dengan badan
penuh dengan kegigilan Ihsan mencoba untuk mencari bantuan disekitar sungai.
Melihat bantuan yang tak kunjung dating, sementara keadaan Fahri semakin
melemah Ihsan segera berinisiatif untuk mencari benda yang bisa dinaiki agar
Fahri bisa segera sadar. Melihat perahu kecil yang tengah bersandar di
pinggiran tebing, ia segera menarik Fahri untuk segera naik ke atas perahu
tersebut yang hanya muat untuk dinaiki satu orang. Dengan sekuat tenaga ia
menaikkan tubuh Fahri yang berat hingga ia sampai diatas perahu.
Dengan badan yang
lemas, ia mencoba untuk segera menyadarkan Fahri.
“Pay bangun pay” Ucap
Ihsan sambil menggoyangkan badan Fahri yang lemah. Dan akhirnya Fahri segera
sadar dan mulai membuka matanya.
“Terima kasih san,
telah menyelamatkan nyawaku” ucap fahri dengan lemas.
Seraya senyum Ihsan
berkata, “Ini memang sudah menjadi tugas ku untuk selalu menjaga mu, taka apa
kawan, tenangkanlah dirimu sejenak dan beristirahatlah” ucap ihsan dengan
tulus, yang kini setengah badannya terendam di air yang dingin.
Tak lama kemudian Fahri
benar-benar tertidur karna terlalu lelah menahan badannya yang lemas. Sementara
Ihsan masih menunggu bantuan yang masih tak kunjung dating. Kini ia hanya bisa
naik ke permukaan air karna tangannya yang memegang perahu.
Setelah bantuan datang,
para timsar segera menyelamatkan tubuh Ihsan yang biru dan lemah. Namun sayangnya
Ihsan tak kuat untuk menahan tubuhnya yang sakit hingga menutup matanya dan
menghembuskan nafasnya yang terakhir. Fahri yang ada disampingnya menjadi panik
dan benar-benar tidak percaya bahwa sahabatnya yang selama ini menjaganya telah
tiada karna lebih peduli untuk menyelamatkan dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar