Sabtu, 02 Mei 2015

Ahmad Rifa'i Al-Idrus (1113046000102) Cerpen UTS

Kereta Perahu

Malam kini telah  berlalu, laron-laron semalam yang tengah berterbangan di sekitar lampu pematangan sawah kini telah kembali ke peraduannya tanpa ditemani kedua sayapnya yang terkadang begitu lemah. Yang terdengar kini hanyalah sederet nyanyian burung yang berkicau dengan ditemani suara adzan subuh yang berasal dari masjid Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah di ujung sana, menambah kesejukan hati setiap yang insan yang mendengarnya.
“Allahu akbar… Allahu akbar” suara lantunan adzan yang begitu samar-samar terdengar karna bertemu dengan geraknya suara angin yang sama sekali tak bersuara.
Ketika itu suasana Pondok Pesantren Al-Qura’aniyah dengan seperti biasanya memperlihatkan segenap aktifitas para santri yang tengah sibuk mempersiapkan dirinya untuk pergi segera ke masjid guna shalat berjama’ah, meninggalkan segenap kenikmatan indahnya dibalik tidur yang belum tentu semua orang dapat melaksankannya.

*****

“Qum..Qum..Qum” ucap Ustad Syukron sambil menggedor-gedor pintu untuk segera membangunkan para santri unuk segera shalat berjamaah. Ketika mendengar suara sang Ustad Syukron yang memang tengah menjalankan tuasnya seperti biasa, semua para santri segera bangun untuk pergi ke kamar mandi dan ada juga yang langsung mengenakan pakaian koko sepaket dengan sarungnya. Setelah selesai membangunkan para santri di satu kamar, kemudian Ustad Syukron segera pergi lagi ke kamar lainnya untuk membangunkan para santrinya yang lain, begitu seterusnya sampai semua santri terbangun.
Fahri yang pada saat itu tengah mengetahui bahwa sang ustad telah pergi, segera kembali ke kasurnya untuk segera melanjutkan istirahatnya yang tadi sempat terganggu. Akan tetapi dengan begitu sialnya sang ustad kembali lagi ke Asrama Cordoba untuk mengecek siapa yang masih belum bangun. Melihat Fahri yang masih tetap tertidur bagaikan mangsa yang empuk ia segera menyiram seluruh bagian tubuh Fahri hingga kasur kesayangannya yang dipenuhi dengan sederet karikatur gambar Pulau Indonesia kini menjadi basah semua. Merasakan tubuhnya yang basah kedinginan, Fahri segera terbangun dengan di barengi suara tertawa para santri yang melihat kejadian tersebut, dengan tanpa wajah dosa sang ustad segera pergi meninggalkan asrama setelah tau bahwa tugasnya telah selesai.

****
Fahri dan Ihsan adalah sepasang sahabat yang tengah menuntut ilmu di Pondok Pesantren Al-Qur’aniyah sejak enam tahun yang lalu. Kini mereka tengah disibukkan dengan aktifitas belajar untuk menghadapi Ujian Nasional. Mereka adalah sepasang sahabat yang begitu saling menghargai dan menyayangi satu sama lain layak seorang adik dan kakak. Yang saling mensuport satu sama lain ketika masalah sedang menghampiri. Bahkan mereka selalu bersama-sama ketika pergi kemana-mana, sehingga di juluki para santri yang lain, bagaikan magnet yang selalu menempel.
“San, hayuk cepat pergi ke kelas, sebentar lagi lonceng tanda masuk sekolah akan berbunyi” ucap Ihsan dengan wajah yang serius sambil menunggu sahabatnya yang tengah memakai sepatu.
“Iya, sebentar pay. Ini sedikit lagi selesai” ucap Fahri sambil mengaitkan tali sepatunya yang begitu kotor.
“Tetttt..Tettt..Tett” Tak lama kemudian bunyi lonceng bel berbunyi. Fahri yang pada saat itu masih menggunakan sepatunya hanya di bagian kaki kirinya begitu panic ketika mendengar bel telah berbunyi. Sedangkan sahabatnya Ihsan, dengan wajah yang kesal masih menunggu sahabatnya yang selalu mengulang kebiasaanya terlambat pergi ke kelas. Begitu Fahri siap, mereka berdua langsung berlari menuju lapangan untuk segera ikut berbaris.
Namun sangat disayangkan, doa apel pagi yang dijadikan rutinitas para santri sebelum masuk kelas telah usai. Dengan wajah tanpa berdosa Ihsan dan Fahri segera mngikuti barisan di bagian paling belakang mengikuti santri yang lainnya. Akan tetapi, ternyata ulah mereka berdua tengah diketahui oleh Pak Nadra yang tengah mengawasi jalannya doa bersama di depan kantor sekertariat pondok. Melihat tingkahnya yang tengah diawasi, Fahri dan Ihsan sama sekali tidak berani membalas tatapan Pak Nadra yang begitu menusuk. Dan mereka berdua sadar, bahwa sebentar lagi perang dunia ketiga akan segera dimulai.
“Ihsan!!! Fahri!!! Kemari kalian berdua!!!” gertak Pak Nadra dengan memperlihatkan wjahnya yang begitu sangar. Sedangkan para siswa yang lain masih tetap terdiam untuk segera melihat apa yang akan terjadi. Mungkin sebagian mereka menganggap ini adalah sebuah tontonan di pagi hari yang bisa membuat mereka menjadi lebih besemangat.
“Yang lain kenapa masih disini ? mau saya hukum juga ? cepat masuk ke kelas!!!” perintah Pak Nadra kepada siswa yang masih berkumpul di pinggir lapangan.
Sementara Ihsan dan Fahri dengan kaki yang gemetar mencoba menguatkan diri untuk menghadapi sang penguasa pondok yang kini tepat ada di depan mereka berdua.
“Kenapa kalian berdua telat ?” Semprot Pak Nadra yang kini membuat jantung Ihsan dan Fahri begitu berdebar-debar dan membuat mereka dengan segera menelan dahaknya tanda ketakutan yang amat mendalam.
Pak Nadra adalah guru mata pelajaran Matematika yang memang terkenal galak di seantro Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah. Semua siswa tidak ada yang berani melawan perkataan beliau karna memang wibawanya yang tinggi juga ditambah beliau adalah seorang guru yang sangat begitu disiplin dan tidak pernah main-main.
“Maaf pak, tadi kamar mandinya sangat penuh” ucap Fahri membela dirinya.
“mmmm..sssaaya dari buang air besar tadi ppaak” ucap Ihsan dengan suara yang gemetaran.
“Halaaaaaah!!! Alasan basi!!! Sekarang cepat kau push-up lima puluh kali, setelah itu jalan jongkok mengitari lapangan lima kali. Cepat!!!” Perintah Pak Nadra dengan begitu tegas.
“Tapi paaaaaakk” belum selesai melanjutkan ucapannya, Ihsan langsung mendapatkan tatapan mata melotot Pak Nadra yang begitu menakutkan. Sehingga ia segera mengurungkan niatnya, untuk meminta dispensasi atas hukuman yang diberikan.
“Tidak ada tapi-tapiaan. Apa mau ku tambah hukuman kau ?” tantang pak nadra kepada mereka berdua.
Mendengar ancaman yang sama sekali tidak menguntungkan, Fahri dan Ihsan tanpa diberi komando lagi segera menjalankan hukumannya.
*****

Pelaksanaan ujian nasional sudah sebulan yang lalu dilalui para siswa/I Pondok Pesantren Al-Qur’aniyyah. Dan dengan mengucapkan puji syukur Ustad Darul sangat merasa senang, karna tahun ini dinyatakan bahwa para muridnya dinyatakan lulus seratus persen sesuai dengan ketentuan mentri pendidikan.
Dan kini para santri tengah merayakan kebahagian tersebut dengan berjalan-jalan ke kota wisata bandung dengan menaiki kereta. Semua biaya yang menanggung adalah Ustad Darul yang menjabat sebagai kepala sekolah.
Fahri dan Ihsan kala itu degan begitu semangatnya mempersiapkan semua kebutuhannya untuk pergi ke kota bandung. Dengan jumlah empat puluh satu murid yang tengah berkumpul di lapangan depan masjid, mereka tengah siap untuk segera pergi dan merefreshkan otak mereka yang selama ini terlalu lelah berkutat dengan lembaran buku untuk menghadapi Ujian Nasional.
                                                   
  ****

Kini semua para siswa tengah berada di kereta lokomotif jurusan bandung. Mereka berada dalam satu gerbong yang sama. Dengan begitu ringnya para siswa melihat pemandangan yang indah dari balik jendela kereta. Akan tetapi setelah setengah pejalanan dilalui, pada saat melewati jembatan Cisomang kereta anjlok sehingga laju kereta yang tadinya berjalan dengan begitu cepat seketika menjadi terhenti dan membuat badan kereta menjadi terhempas dan keluar dari lintasan. Para santri yang dengan seketika beteriak histeris ketakutan. Fahri dan Ihsan yang pada saat itu tengah duduk bersampingan juga terhempas mengikuti badan kereta yang jatuh ke dalam sungai.
Ihsan dan Fahri yang pada saat itu terjepit badan kereta, tak bisa keluar untuk naik ke atas permukaan air. Akan tetapi karna Ihsan adalah seorang pemudah yang tangguh dibandingkan dengan Fahri, ia berhasil mendorong benda besar yang menghalangi pintu keluar kereta. Melihat Fahri yang masih didalam dengan badan yang tak berdaya, ia segera menarik tangan Fahri untuk mendorongnya keluar dari badan kereta. Dengan mengeluarkan seluruh tenaganya untuk melewati tantangan maut yang ada di depan mata, Ihsan berhasil keluar ke atas permukaan air dengan menarik badan Fahri yang begitu berat karna sudah setengah sadar. Dengan badan penuh dengan kegigilan Ihsan mencoba untuk mencari bantuan disekitar sungai. Melihat bantuan yang tak kunjung dating, sementara keadaan Fahri semakin melemah Ihsan segera berinisiatif untuk mencari benda yang bisa dinaiki agar Fahri bisa segera sadar. Melihat perahu kecil yang tengah bersandar di pinggiran tebing, ia segera menarik Fahri untuk segera naik ke atas perahu tersebut yang hanya muat untuk dinaiki satu orang. Dengan sekuat tenaga ia menaikkan tubuh Fahri yang berat hingga ia sampai diatas perahu.
Dengan badan yang lemas, ia mencoba untuk segera menyadarkan Fahri.
“Pay bangun pay” Ucap Ihsan sambil menggoyangkan badan Fahri yang lemah. Dan akhirnya Fahri segera sadar dan mulai membuka matanya.
“Terima kasih san, telah menyelamatkan nyawaku” ucap fahri dengan lemas.
Seraya senyum Ihsan berkata, “Ini memang sudah menjadi tugas ku untuk selalu menjaga mu, taka apa kawan, tenangkanlah dirimu sejenak dan beristirahatlah” ucap ihsan dengan tulus, yang kini setengah badannya terendam di air yang dingin.
Tak lama kemudian Fahri benar-benar tertidur karna terlalu lelah menahan badannya yang lemas. Sementara Ihsan masih menunggu bantuan yang masih tak kunjung dating. Kini ia hanya bisa naik ke permukaan air karna tangannya yang memegang perahu.

Setelah bantuan datang, para timsar segera menyelamatkan tubuh Ihsan yang biru dan lemah. Namun sayangnya Ihsan tak kuat untuk menahan tubuhnya yang sakit hingga menutup matanya dan menghembuskan nafasnya yang terakhir. Fahri yang ada disampingnya menjadi panik dan benar-benar tidak percaya bahwa sahabatnya yang selama ini menjaganya telah tiada karna lebih peduli untuk menyelamatkan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar