Jumat, 01 Mei 2015

GLOOMY SUNDAY



GLOOMY SUNDAY
Emir Ramadhan
1113046000071
           
            Pria itu bernama John, lengkapnya John Vincent,dari raut mukanya terlihat bahwa dia sedang mengalami depresi. Wajahnya yang mulai keriput, menghiaskan kesedihan dan penyesalan yang mendalam. Janggut dan kumis tebal menghiasi wajahnya. Rambutnya yang pirang dan ikal, dibiarkan panjang terurai.
Sudah seminggu ini dia hanya memakai pakaian yang sama, tak menyentuh air sama sekali, kemeja yang lusuh dan celana jeans yang tak kalah lusuhnya. Setiap hari yang ia lakukan hanyalah duduk termangu menatap kosong kearah jendela yang berdebu dan lapuk dimakan usia. Ia duduk di kursi goyang yang usang, di tiap goyangan ke depan dan belakang ia sebut perlahan dengan suara parau.
            “Helen…”, hanya itu yang keluar dari mulutnya selama seminggu terakhir, tak terasa air mata menetes dari ujung matanya.
            Helen adalah istrinya, seorang wanita yang sangat dicintai John. Parasnya yang cantik, tak berubah meski sudah menginjak usia 40-an. Rambutnya yang hitam dan lurus selalu dikuncir ke belakang. Helen sangat mencintai John. Setidaknya itu yang John tahu betul.
Mereka telah menjalin hubungan pernikahan selama 20 tahun. Selama 20 tahun menikahi Helen, mereka tidak dikaruniai seorang anak pun. Mereka hidup miskin dan tinggal di sebuah rumah tua peninggalan orang tua John di dalam hutan. Butuh waktu sekitar 2 jam jalan kaki untuk mencapai desa terdekat. John tidak memiliki pilihan lain selain tinggal di rumah tersebut karena keterbatasan keuangan keluarga mereka.
Selama ini John bekerja sebagai pencari kayu bakar, lalu ia jual kayu tersebut di desa. Penghasilannya tak seberapa, bahkan terkadang tak cukup untuk membiayai kebutuhan keluarganya. Namun mereka menjalani kehidupan mereka dengan ikhlas dan sabar, tak pernah sedikitpun Helen mengeluh dengan keadaan keluarganya, Ia selalu memberi semangat dan mendukung John.
Namun, cerita lain dari pernikahannya berawal dari minggu lalu. John berangkat mencari kayu bakar seperti biasanya. Sebelum berangkat, Ia sempatkan mengecup hangat kening Helen, kemudian ia kecup bibirnya, lembut dan penuh kasih sayang. Kemudian kecupan lembut itu berubah menjadi ciuman yang panas dan bergairah dan John tiba-tiba melepas ciuman itu seraya berkata.
“Ooh, simpan itu setelah makan malam sayang” katanya sambil mengedipkan sebelah matanya.
“Baik sayang, jangan terlalu lelah bekerja, aku takut kau tak kuat mengimbangiku”, balas Helen dengan gigitan lembut pada bibirnya.
Kemudian John melangkah berlalu kemudian hilang dibalik pepohonan. Hari ini adalah hari jadi mereka yang ke-20 tahun. Entah mengapa, ia sangat bersemangat bekerja hari ini. Setelah ia menjual kayu bakar hasil penjualannya hari ini, ia berniat untuk membelikan liontin untuk Helen. Uang tersebut ia dapat setelah menyisihkan sebagian hasil jerih payahnya selama beberapa bulan. Memang selama menikah John tidak pernah memberikan perhiasan pada istrinya karena keterbatasan keuangan keluarganya.
Setelah John membeli liontin tersebut, Ia pandangi sebentar, terukir di wajahnya senyuman bahagia. Membayangkan ekspresi Helen ketika diberikan liontin tersebut membuat John geli sendiri. Lalu, Ia selipkan liontin tersebut di kantong Jeans nya yang usang dan bergegas pulang ke rumah.
Sementara John pulang ke rumah, Helen dengan wajah riang menyiapkan segalanya dirumah.  Ia ingin hari ini terlihat sempurna. Ia sangat mencintai John dan ingin suaminya senang hari ini. Hari ini Helen telah membersihkan hampir seluruh rumah, Ia juga memasak makanan istimewa kesukaan John. Ia tak mau hari ini berlalu tanpa meninggalkan kesan di hati suaminya tercinta.
Makanan sudah siap dan Helen menatanya di meja makan. Setelah ditata sedemikian indah, Ia tolehkan pandangannya ke jam dinding di sudut rumah. Sudah hampir malam, sebentar lagi John pulang. Kemudian ia menyalakan lilin dan semuanya sudah siap dan lengkap.
Ia terlalu bersemangat sampai melangkah sambil sedikit berjingkrak.hingga tak melihat bahwa ada kain pel di dekatnya yang belum sempat ia letakkan pada tempatnya usai membersihkan lantai. Helen tersentak kemudian sempat meraih meja makan untuk menahannya agar tak terjatuh, namun yang diraihnya adalah taplak meja makan dan tertarik seiring Helen terlentang jatuh ke bawah. Semua makanan berhamburan ke bawah, diiringi dengan piring piring yang pecah. Kepala bagian belakang Helen terasa sakit, sedetik kemudian Ia menyadari bahwa lilin tersebut masih menyala dan dengan cepat mulai membakar rambut Helen. Ia panik dan meminta pertolongan, namun semua itu percuma tak akan ada orang yang mendengar.
Helen yang panik kemudian bergegas mencari air untuk menyiram api yang membakar rambutnya. Ia berlari tergopoh-gopoh menuju halaman belakang rumahnya untuk mengambil ember berisi air. Setelah berlari sambil tetap berteriak meminta pertolongan, ia melihat sebuah ember berada tidak jauh dari tempat Ia berdiri. Ia segera berlari dan kemudian menyiramkannya ke seluruh tubuhnya. Tiba-tiba, api yang tadinya hanya membakar rambutnya kini telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Ternyata yang ia siramkan ke tubuhnya adalah minyak tanah yang seharusnya digunakan untuk memasak.
Rasa panas yang hebat mengikis lapisan kulitnya dan menimbulkan rasa sakit di sekujur tubuh Helen. Helen tetap berteriak meminta pertolongan, tapi tak seorangpun yang datang, bahkan John sekalipun.Helen kini tak sanggup berdiri, api semakin membesar memanggang seluruh tubuhnya. Kulitnya yang putih dan parasnya yang cantik kini telah diselimuti nyala api yang kuning kemerahan. Helen tak sanggup lagi berkata-kata, tubuhnya terlungkup tak lagi memberikan perlawanan yang sia-sia. Hanya rintihan halus dan menyiksa telinga siapapun yang mendengar suaranya. Api yang semakin besar sudah menembus kulitnya dan membakar sebagian organ dalamnya. Panas yang kian hebat dirasakan Helen dari ujung kepala hingga kaki. Matanya terbelalak, mulutnya terbuka, tangan kanannya menjulur kedepan tanpa meraih apapun.
Pandangannya memudar, bayangan gelap perlahan mengampirinya dan kemudian semuanya gelap. Tak ada lagi rintihan Helen, tak ada lagi gerakan dari tubuhnya. Jiwa Helen telah terpisah dari jasadnya yang menghitam terbakar api yang mulai padam. Kulitnya yang putih, wajahnya yang cantik, wajah yang selama ini menghiasi hari-hari John kini sudah menghitam terpanggang. Rambutnya yang selalu dikuncir, kini hanya tersisa beberapa helai yang rapuh. Gaun berwarna coklat yang dipakainya, kini sudah tak berbentuk, hanya sedikit menutupi bagian tubuh Helen. Darah yang keluar meletup letup mengiringi asap yang ditinggalkan setelah api selesai melaksanakan tugasnya.
Seminggu setelah kematian Helen, John hidup dalam kesendirian, ia tak lagi mempunyai alasan untuk tetap hidup. Liontin yang tak sempat ia berikan kepadaHelen selalu berada  dalam genggamannya. Ia masih tak bisa menerima kenyataan pahit yang menimpanya bahwa istrinya telah pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan selamat tinggal. Yang ia lakukan hanyalah membuat kopi dan meminumnya sedikit-sedikit agar tetap terjaga dan terus memandang keluar melalui jendela, ke arah jasad istrinya yang kini sudah membusuk.
Perlahan ia bangkit dari kursi goyang, hendak berjalan menuju kamarnya. Saat melewati kamar, ia berhenti sebentar di ruang makan. Pecahan piring dan gelas masih berserakan di lantai bersama taplak dan lilinnya, makanannya sudah tak lagi utuh karena dimakan oleh tikus-tikus rumah. Ia menangis tersedu-sedu sambil meneruskan langkahnya yang lemas menuju kamarnya. Lalu ia mengambil sebuah kaset musik yang terletak di rak buku tua peninggalan orangtua nya.
Kemudian ia melangkah keluar kamar, menuju ke pemutar kaset tua di sudut ruangan, tak jauh dari kursi goyang. Dimasukkannya perlahan dan ia kembali duduk di kursi goyang. Ia julurkan tangannya untuk menekan tombol agar musik menyala, dan mengeraskan suara pemutar kaset tersebut sampai dirasa cukup memecah keheningan. John kembali duduk dan memejamkan matanya. Kemudian, lagu dari pemutar kaset mulai memutarkan sebuah lagu yang melukiskan perasaan John kala itu.

Sunday is gloomy, the hours are slumberless
Dearest, the shadows I live with are numberless
Little white flowers will never awaken you
Not where that dark coach of sorrow has taken you
Angels have no thought of ever returning you
Would they be angry if I thought of joining you?
Gloomy Sunday...

Gloomy is Sunday, with shadows I spend it all
My heart and I have decided to end it all
Soon there'll be prayers and candles are lit, I know
Let them not weep, let them know that I'm glad to go
Death is a dream, for in death I'm carresing you
With the last breath of my soul, I'll be blessing you
Gloomy Sunday...

Dreaming- I was only dreaming
I awake and I find you asleep in the deep of my heart, here-

Darling, I hope that my dream hasn't haunted you
My heart is telling you how much I wanted you
Gloomy Sunday...
It's absolutely gloomy Sunday...
Sunday...
Setelah lagu berhenti, ia kembali membuka matanya. Tangisan John terdengar memecah keheningan. Ia benar-benar terpukul atas kepergian Helen.
John kembali bangkit dari kursi goyang itu, ia melangkah dengan cepat menuju halaman belakang rumahnya. John tampak tergesa-gesa melangkah, tak dilihatnya ruang makan yang sebelumnya Ia perhatikan betul. Ketika di halaman belakang pun tak Ia lihat kembali jasad Helen. Ia mengambil sebilah kapak yang biasa ia gunakan untuk membantunya mencari kayu bakar. Kapak yang selama ini menemaninya menghidupi keluarganya.
Setelah mengenggam kapak itu, John kembali berjalan menuju kursi goyang. Dengan cepat ia sampai dan kembali duduk di kursi goyang itu. Lalu, John memutar kembali lagu yang tadi Ia dengar. Sebuah lagu berjudul Gloomy Sunday. John melihat ke halaman belakang, melihat jasad istrinya tercinta dan kemudian memejamkan matanya. Kapak yang sedaritadi bersamanya di letakkan diantara kakinya yang terbuka, dengan mata kapak yang mengarah keatas. Pemutar kaset mulai bersuara dan John mulai menggoyangkan kursi itu, gerakkan kursi itu seirama dengan lantunan lagu yang diputar. Kedepan dan belakang begitu terus hingga lagu mencapai bait “My heart is telling you how much I wanted you” , kemudian tiba-tiba John menghentakkan kakinya kedepan dan membuat kursi goyang bergerak cepat kedepan dan kembali ke belakang. Saat kursi goyang itu kembali mengarah ke depan, tiba-tiba John mengayunkan kapak itu ke kepalanya dengan cepat.
Darah keluar dari kepala John, semburannya cukup kuat hingga mengenai jendela kaca yang tak jauh darinya. John meninggal seketika dengan kapak menancap di kepalanya, menghancurkan tempurung kepalanya hingga menembus otak John. Terlihat senyuman terukir di bibirnya yang hampir tertutup oleh kumis dan jenggotnya yang tebal. Darah keluar mengalir membasahi wajah dan tubuh John.
Lagu berhenti, dan tak ada lagi yang akan memutarnya. John telah pergi, menyusul Helen di alam lain. John meninggal di hari Minggu. Tepat seminggu setelah kematian Helen. Hari minggu yang suram, hari minggu yang penuh darah, sebagai tanda kasih sayang diantara sebuah pasangan.


1 komentar:

  1. Ceritanya deabaaak (y) 2 Jempol buat Barbie haha

    Namun ada beberapa yang perlu diperhatikan yaitu "dikuncir, meletup letup, Ia" harusnya menggunakan kata diikat, lebih terdengar indah, meletup-letup dan Ia "I" jika berada di tengah kata lain gunakan "i" kecil.

    Over all, mantap banget deh :)

    BalasHapus