Minggu, 31 Mei 2015

Jamur Mario Bross

                                                   
Nama: Zakaria Achmadi Zein
NIM: 1113046000025
                        “inilah awal dari proses pembelajaranku, aku terpisah... keberadaanku dan keberadaan kalian selama ini menjadi sebuah kesalahan dari perhitungan rumit alam semesta, jangan salahkan aku dan kalian, inilah proses alamiah kita....”

Kamis, 07 Mei 2015

Kesejahteraan Buruh Tanggung Jawab Siapa?

KESEJAHTERAAN BURUH TANGGUNG JAWAB SIAPA?
Emir Ramadhan
1113046000071

                Memperingati hari buruh internasional tanggal 1 Mei 2015 kemarin, banyak buruh di Indonesia yang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi, menyuarakan aspirasi mereka terhadap kesejahteraan mereka saat ini. Hal ini menjadi penting mengingat bahwa banyak buruh terutama, di kota-kota besar yang kurang kesejahteraan hidupnya. Banyaknya buruh yang hidup dibawah garis kemiskinan dapat dijadikan sebuah refleksi terhadap apa yang mereka suarakan tempo hari.

Opini Muhammad Yasser Rifai.

Muhammad Yasser Rifai
1113046000007
Opini Hari Pendidikan Nasional

            Tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari pendidikan nasional. Tanggal ini menjadi tanggal yang sangat bermakna bagi kalangan siswa, guru, dan mereka yang merasakan manfaat dari pendidikan di negeri pertiwi. Pendidikan sangat penting bagi sebuah bangsa. Karena pendidikan di suatu negara menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa.

            Saat ini masih banyak anak-anak di Indonesia yang belum dapat bersekolah. Ada banyak alasannya, pertama itu ialah tidak ada nya kemampun orang tua untuk membayar SPP anak nya. Kedua, tidak ada nya sekolah yang didirikan pemerintah di dekat permukiman warga-warga. Contoh nya di daerah Papua pedalaman, anak-anak harus menempuh perjalanan yang amat jauh untuk mencapai tempat mereka belajar. Alasan yang lain yaitu akhir-akhir ini banyak sekali kasus penggusuran sekolah yang dilakukan oknum-oknum tertentu. Hal ini menyebablkan siswa-siswi yang bersekolah di sekolah yang digusur itu kehilangan tempat mereka menuntut ilmu

            Namun pemerintah sudah berupaya untuk menyekolahkan atau mendidik anak-anak yang ingin bersekolah dengan cara mengalokasikan uang pemerintah untuk mensubsidi biaya sekolah. Beberapa tahun lalu ada program yang bernama Bantuan Operasional Sekolah (BOS). BOS sangat membantu orang tua siswa pada umumnya karena dengan kehadiran program ini membuat orang tua siswa tidak sama sekali membayar sepeser uang pun ke sekolah tempat anak nya menimba ilmu. Walaupun masih banyak juga sekolah negeri yang mewajibkan orang tua siswa membayar uang SPP.


            Semoga selanjutnya pemerintah dapat menyekolahkan seluruh anak-anak di Indonesia yang pada seusia nya dapat menimba ilmu dan mendapat pendidikan dari guru-guru yang berada di sekolah. Sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju karena mutu pendidikan dari bangsa ini tinggi. Dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu berbicara dan melakukan banyak hal positif di Dunia. Amin  

Opini



Opini tentang  Pendidikan
Afni Afida (1113046000101)

 Pendidikan memiliki peranan yang teramat mendukung dalam pembangunan negeri ini. Apabila masyarakat terdidik, pemerintahan akan lebih mudah untuk dijalankan. Sebaliknya, jikalau masyarakat kurang intelek maka akan sulit untuk menerima program-program yang diberikan oleh pemerintah sehingga proses pembangunan daerah akan mengalami hambatan.

Dengan demikian, pemerintah daerah sudah sewajarnya mengusahakan untuk meningkatkan pendidikan apalagi di daerah-daerah terpencil. Tujuannya masih sama, supaya kelak dunia pendidikan mengalami peningkatan dan berdampak baik bagi pembangunan nanti.

Kebijakan-kebijakan yang pernah dibuat oleh dinas pendidikan daerah bisa terbilang cukup baik tapi masih memiliki kekurangan. Hal yang memicu ialah suatu kebijakan yang ada dewasa ini, belum mampu menghasilkan secara optimal dalam keimanan, moral, dan sopan santun.

Pendidikan kini rasanya masih mengesampingkan moral, padahal moral adalah aspek yang amat berperan dalam pendidikan. Contohnya, seperti pemilihan teks atau di buka paket yang terbilang tidak baik untuk moral siswa, yang akhir-akhir ini banyak ditemukan.


opini tentang hari buruh (May Day)



Nama : Irma Apriyanti
Nim : 1113046000158

Opini Hari Buruh : Mayday dan HAM untuk para Buruh

Peringatan Hari Buruh Internasional, yang jatuh pada setiap tanggal 1 Mei, yang sering disebut mayday tahun ini unik karena dirayakan ditengah banyaknya kesulitan dari berbagai persoalan yang membelit kehidupan kenegaraan. Ditambah lagi persoalan yang dihadapi para pekerja Indonesia di luar negeri khususnya untuk konteks TKI didahului dengan pemaparan senarai panjang kisah duka seputar para TKI dan TKW kita, sebagaimana pernah dilansir media massa nasional hampir secara beruntun beberapa waktu lalu. Mulai dari persoalan kesalahan prosedural seputar pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri sampai pada persoalan yang lebih substansial terkait tindak kekerasan yang menjadikan para TKI dan TKW kita sebagai korbannya. Alih-alih meningkatkan kesejahteraan hidup, yang didapat ternyata hanyalah kemelut sosial dan kemanusiaan yang sulit terselesaikan.

Sebenarnya ada sesuatu yang lebih mendalam dan mendasar. Tingginya semangat dan jumlah perantau merupakan sebuah fakta yang sedang berbicara tentang ketakmemadaian berbagai sektor di tanah sendiri yang sedianya menjadi kekuatan penyokong kehidupan. Itu berarti, untuk sebagian orang, cita-cita untuk hidup, hidup baik dan hidup lebih baik lagi tidak dapat tercapai apabila bersikeras pada pendirian untuk tetap tinggal di kampung halaman sendiri. Tanah-tanah warisan leluhur kini tidak lagi menjanjikan hasil yang membesarkan hati. Lahan-lahan yang dulu tampak hijau dan subur sebagiannya kering kerontang. Peralihan musim yang tidak menentu membuat para petani kita tak mampu membuat program berkaitan dengan kegiatan pertanian mereka.

Di tempat lain, keputusasaan muncul lantaran hasil bumi yang memadai tidak diimbangi dengan harga jual yang memadai pula. Fluktuasi pasar yang tidak menentu menyurutkan semangat para petani. Harga-harga sebagian besar komoditas masyarakat yang mendarat rendah tidak mampu mengimbangi, apalagi melebihi harga barang kebutuhan yang mesti dibeli karena tidak dihasilkan sendiri. Para petani setiap kali hanya mampu mengernyitkan dahi dan memukul dada, lantaran usaha mereka seakan-akan tak membawa hasil. Masyarakat lebih banyak menanggung rugi, beruntung kalau imbas. Kini, kemelut ekologi dan ekonomi seakan-akan setali tiga uang menghantam tuntas nasib sejumlah petani kecil. Cita-cita merantau sebenarnya bisa timbul dari situasi seperti ini.
Namun apa yang diharapkan untuk didapat dari keputusan merantau tidak selamanya tercapai secara tuntas. Kita menyaksikan sejumlah soal pelik dalam hubungan dengan para perantau kita. Ideal kerja sebagai sarana penyempurnaan diri dan kemanusiaan malah sering menampilkan diri dalam peran yang sebaliknya. Untuk konteks para TKI dan TKW yang diperlakukan secara tidak manusiawi misalnya, kerja malah menjadi ekses yang mengantar mereka pada pemojokan nilai kemanusiaan, bahkan sampai pada titik yang paling kelam.

Tesis filsafat manusia bahwa kerja mengabdi pada kepentingan perkembangan manusia sedang dibantah secara telak. Sebab, nyatanya manusialah yang menghambakan (dan mengorbankan) diri pada kerja. Nasib malang yang menimpa sejumlah TKI dan TKW asal daerah ini sebenarnya menyadarkan kita bahwa masalah seputar perburuhan tidak sebegitu asing untuk konteks masyatakat kita, meskipun seringkali malah dikucilkan dari konstelasi diskursus sosial-politik lokal.

Fakta ini menjadi satu variabel untuk sekali lagi menjustifikasi dan melengkapi filsuf Karl Marx (1818-1883) dalam tesisnya tentang alienasi manusia dalam kerja. Kerja yang adalah aktivitas khas manusia (homo faber) ternyata juga bermakna bipolar. Pada satu sisi, kerja menjadi sarana aktualisasi diri (perwujudan bakat-bakat), afirmasi kebebasan manusia sebagai tuan atas alam serta locus aktualisasi dimensi sosial ada manusia (hasil kerja bisa diakui dan dimanfaatkan orang lain). Pada sisi lain, bersamaan dengan kemunculan era industri (dengan kerja upahan sebagai sistem khasnya), kerja menjadi jebakan pada alienasi manusia khususnya para pekerja. Marx menyebutkan beberapa indikasi alienasi manusia dalam kerja seperti kebergantungan mutlak pada perusahaan dan majikan, minimnya peluang untuk menikmati hasil kerja secara langsung (hasil kerja adalah milik perusahaan), pekerja memperalat diri untuk mendapatkan nafkah, persaingan antarpara pekerja serta permusuhan antara pekerja dengan majikan-karenanya kerja upahan mengasingkan manusia dari sesamanya (FB Hardiman, 2007).

Bipolaritas makna semakin kentara manakala kerja berada pada sebuah tegangan. Pada satu pihak, kerja menjadi sarana untuk menjamin dan menyokong keberlangsungan hidup. Dan pada pihak lain, keterlibatan dalam kerja bisa menjadi jalan masuk pada pengalaman akan hal-hal yang justeru bertentangan dengan nilai-nilai universal dan semangat dasariah kehidupan. Kerja bukan lagi sarana untuk menjamin HAM (sabagai nilai dasariah kehidupan), tetapi sebaliknya pengorbanan HAM malah menjadi taruhan dan prasyarat utamanya. Rupanya inilah sketsa pengalaman TKI dan TKW kita yang menjadi 'korban'. Dunia perburuhan adalah sebuah ruang dan kondisi yang rentan dengan pelanggaran HAM

Tak pernah tuntas
Masalah seputar dunia perburuhan umumnya dan TKI/TKW khususnya memang pelik bahkan tak pernah tuntas terurus. Meskipun demikian, nasib kaum buruh harus tetap menjadi medan perwujudan komitmen keberpihakan kita pada nilai-nilai universal kemanusiaan. Keberpihakan pada mereka sedianya menjadi wujud konkret perjuangan pembelaan dan penegakan HAM yang kian intens disadari dan dilancarkan. Namun karena manusia, padanya hak-hak dasar itu melekat adalah makhluk multi-dimensi, penegakan HAM adalah sebuah praksis, dalamnya pemberdayaan totalitas aspek kehidupan manusia digalakkan.

Dalam kaitan dengan penanggulangan masalah seputar perantauan dan pemenuhan hak-hak dasar kaum pekerja dalam konteks TKI/TKW asal Lampung, beberapa ideal berikut penting untuk dikemukakan dan selanjutnya diberi perhatian serius. Pertama, selain penertiban administrasi, para perantau kita perlu juga dibekali dengan sejumlah latihan kerja sebagai persiapan diri sebelum meninggalkan tanah air untuk mengaduh nasib serta mempertaruhkan takdir di negeri orang. Boleh jadi nasib malang yang akhirnya menimpa kaum buruh kita berawal dari kualitas hasil kerja yang tidak diharapkan. Pelatihan dan pendidikan khusus untuk pelbagai bidang yang berpeluang untuk mereka geluti sebagai mata pencaharian merupakan sesuatu yang bersifat niscaya untuk terus diperhatikan dan ditingkatkan, baik oleh pemerintah maupun komponen masyarakat lainnya. Dengan ini, pelanggaran HAM kaum buruh yang dipicu oleh rendahnya kualitas kerja sedikit ditangkal.

Kedua, masalah seputar perantauan yang untuk sebagian orang kemudian menjadi sumber malapetaka merupakan sesuatu yang tak terbendung selama kondisi ekologi dan ekonomi di tanah sendiri belum dapat memberi jaminan kepastian untuk menyokong kehidupan. Kemiskinan akibat kondisi alam yang tidak memadai seakan-akan disempurnakan oleh sistem ekonomi yang seringkali tidak memihak pada masyarakat. Gagasan dan praksis pemulihan ekologi dalam berbagai bentuk tampilan konkretnya juga menjadi langkah preventif yang mesti turut diperhitungkan. Sementara itu, semua komponen masyarakat yang mesti bertanggung jawab mesti lebih serius memikirkan dan mengusahakan sebuah politik ekonomi yang sedapat mungkin memberi ruang bagi perolehan keuntungan optimal bagi masyarakat lokal sebagai penghasil komoditi.

Dalam kadar tertentu, masalah seputar perburuhan dan HAM untuk konteks TKI sebenarnya terjadi dalam sebuah pentahapan yang tampak apik. Kemelut ekonomi dan ekologi menciptakan kemiskinan. Kemiskinan memancing semangat merantau. Merantau adalah juga pintu masuk yang terbuka lebar bagi pelbagai jenis pelanggaran hak-hak dasar kaum buruh serta rahim bagi lahir dan bertumbuhnya pelbagai masalah sosial kemasyarakatan lainnya. Dunia perburuhan adalah sebuah ruang penuh misteri, padanya hidup dipertaruhkan tanpa jaminan kepastian. Keterlibatan dalamnya bisa menjadi jalan melaluinya hidup itu dipertahankan dan selalu diperbaiki. Serentak pula ia bisa menjadi jalan masuk yang tak terduga dari awal, melaluinya hidup itu sendiri disingkirkan keberadaannya. Perhatian terhadap beberapa aspek yang disebut sebelumnya bisa menjadi bahan pertimbangan berbagai pihak, entah pemerintah, lembaga-lembaga non-pemerintah ataupun komponen masyarakat lainnya dalam usaha mencegah munculnya pelanggaran HAM akibat keterlibatan dalam dunia kerja tertentu. Penegakan HAM secara niscaya mensyaratkan pemberdayaan totalitas nilai dan dimensi yang menjadi unsur konstitutif jati diri dan keberadaan manusia.

opini pendidikan bagi manusia

--- Lompatan kultural ras manusia serta paradoks ekonomi dalam perkembangan pengetahuan (pendidikan) bagi kecerdasan homo sapiens –

 By:        Zakaria achmadi zein

                                                              1113046000025




Dunia datang menjadi keberadaan sekitar empat sampai satu setengah miliyar tahun yang lalu, dan segala urutannya dari ikan-ikan yang bentuknya aneh dan monster dinosaurus yang telah beraksi sebelum kita. Jutaan tahun lalu nenek moyang kita yang sedikit mirip dengan rekannya yaitu kera, yang  kebanyakan menghabiskan waktunya di pohon. Lalu beberapa dari mereka yang sedikit liar (berperilaku aneh)  mencoba untuk melakukan sesuatu (rentetan waktu yang panjang dengan berakhir turunnya beberapa yang "liar" dari pohon) yang berimplikasi pada membuat terjadinya perbedaan.

Setelah  melalui berbagai macam proses yang telah mengubah fisik pada nenek moyang kita, kita pun mengalami beberapa lompatan kultural dikehidupan kita. Terdapat beberapa macam lompatan kultural yang terjadi dalam perkembangan homo sapiens sampai pada saat ini dan saya akan mencoba meringkas saja dimana lebih mencoba fokus lompatan kultural di segi sosial.
Manusia telah membuat tiga langkah jauh dari sepupu hewannya. Loncatan kultural yang pertama ditenggarai ketika dia mulai menggunakan api, peralatan, dan bahasa. Meskipun makhluk dari spesies kita , homo sapiens, telah berada lama disini , karbon radioaktif menunjukkan penanggalan yang nenek moyang kita mulai menggunakan peralatan-peralatan dan api dimulai 600.000 tahun yang lalu.
Permulaan dari bahasa mungkin ditenggarai beberapa ribu tahun yang lalu. Ini merupakan sebuah  lompatan yang sangat hebat dan turut serta  peran anatomi tubuh yang bernama area borca lah yang sangat berperan dalam hal ini, menjadikan kita organisme yang mempunyai komunikasi yang kompleks. Perkembangan bahasa kita mungkin bermain peran dalam membantu kita menjadi makhluk cerdas seperti sekarang .
Lompatan kultural yang besar kedua diambil oleh nenek moyang kita sekitar 7.500 tahun yang lalu. Perkembangan dari bercocok tanam dan berburu memungkinkan kita untuk hidup di kerumunan.
Ketika manusia mulai mencoba merngumpulkan makanannya, dia bisat tinggal tetap di suatu tempat atau mungkin  bisa mengelilingi segala penjuru tempat. Secara sosial dan teknologi, banyak sekali hal yang mulai muncul untuk pertama kalinya. Roda mulai dikembangkan, manusia belajar bagaimana cara untuk memanaskan baja agar mudah dibentuk sehingga dapat dikelola dan dibentuk menjadi bentuk yang berguna. Manusia berkembang dengan mulai cara bekerja yang mulai membajak lahan dan menenun pakaian. Pola pola sosial yang dibutuhkan di dalam kehidupan kota pun mulai dibutuhkan. Manusia memperkuat struktur-struktur politik dan diciptakannya pasukan dengan intrumen-instrumen mematikan. Dengan ribuan tahun setelah nenek moyang kita memperoleh cara untuk mengumpulkan makanan, pola kultural dari kehidupan kota, politik, bisnis, dan teknologi ditemukan. Sejak nenek moyang kita yang memulainya kenyataannya perubahan sosial yang terjadi sangat sedikit sampai sekarang. Kita tidak berubah secara pola kehidupan sosial.
Banyak antropologis menganggap  kota sebagai ciptaan sosial yang paling mendasar oleh kita. Kota pertama bermula di kawasan Asia barat, dan pola dari kota yang bekerja dengan sangat baik muncul  di Mesopotamia sekitar 4.500 sampai 4.000 sebelum masehi. Kota-kota tidak muncul di China  sampai sekitar 2.000 sebelum masehi. Eropa menguntit sampai  orang orang Yunani membuatnya secara bersama-besama beberapa kota sekitar 900 sampai 800 sebelum masehi. Kota tidak kelihatan di Skandinavia sampai muncul setelah 1000 tahun setelah masehi.[1]
Kita telah mengalami lompatan kultural yang sungguh panjang, dari segi ekonomi , bisa dibilang berperan dalam kemajuan cara berpikir kita sampai pada saat ini. Pengetahuan manusia terus menerus bertambah seiring lompatan kultural terjadi, jikalau secara fundamental ekonomi diartikan sebagai suatu cara dari kita (manusia) memenuhi kebutuhannya , maka hal tersebut membawa peranan penting dalam kemajuan pengetahuan kita di waktu sekarang ini.
Kita mulai mencoba dengan fase yang panjang membuat perubahan yang sungguh dinamis dari segi teknologi, turut peran ekonomi adalah manusia mulai menggunakan ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia mulai menggunakan air sebagai sumber kekuatan untuk memutar sumber tenaga Mill dan tidak menggunakan otot manusia lagi, kita berkembang karena kita mencoba bertahan hidup untuk memenuhi kebutuhan kita. Kita mulai membajak lahan dan menggunakan baja dan segala macam alatnya untuk berburu yang menambah peran dala perkembangan kecerdasan homo sapiens.

Dan sesungguhnya saya ingin juga membawa topik kemunculan uang secara komprehensif, tetapi itu akan memakan banyak waktu dan menghilangkan fokus dari konten tulisan ini serta akan terasa sangat membosankan.

Pada awal ini saya telah menunjukan proses evolusinya nenek moyang kita dari segi pola-pola sosial, saya menyadari masih banyak yang terjadi dari lompatan kultural yang terjadi , tetapi seperti yang saya sudah saya jelaskan diawal, saya mencoba meringkasnya saja, karena akan terlalu panjang dan hal tersebut juga tidak menjadi fokus yang fundamental dalam tulisan ini.
Ekonomi jika kita mengartikannya secara garis besar adalah bagaimana cara suatu makhluk memenuhi kebutuhan hidupnya. Alasan “why” dan sebab “wherefore” menjadikan kita makhluk cerdas juga berdasarkan proses bagaimana kita beradaptasi dalam memenuhi kebutuhan hidup kita.
Kita menyadari dari waktu ke waktu teknologi terus menerus berkembang pesat dengan tujuan memudahkan kehidupan kita, dan menandakan bahwa kita sebagai makhluk dengan inteligensi yang mempunyai cara untuk mengetahui sesuatu. Berkembangnya kita menjadi acuan pula berkembangnya sistem sosial kemasyarakatan yang ada sekarang.
Ekonomi sebagai salah satu ilmu yang ada mampu menjadikan kita makhluk yang serba mempunyai keinginan, proses itu pula yang menjadikan kita sampai seperti keadaan saat ini, kita terlihat begitu kompleks sebagai manusia , tetapi keyataannya adalah kita tetaplah bagian dari masa lalu nenek moyang kita, Homo sapiens.
Acuan utama yang menjadikan kita sekarang entah itu dengan sendirinya atau dengan proses yang menjadikan sesuatu tersebut atau dengan kata lain ketentuan alam yang telah menjadikan kita mempunyai bakat alami sebagai organisme,dimana yang mampu belajar dengan cepat.


 Tetapi sesuai dengan runtutan alam semesta , entah itu dimulainya big bang,  kemudian posisi bumi yang berada di zona goldilocks (zona yang tepat buat terjadinya kehidupan organisme) , menjadikan rentetan bahwa kehidupan itu terjadi karena sifat yang pasti dari alam melalui mekanisme perhitungan yang rumit , membuat seolah terlihat tidak pasti, kita menjadi seperti sekarang dengan kenyataan yang sejatinya mudah diperhitungkan tetapi kelihatannya kompleks.
Ekonomi turut mengambil andil dalam perkembangan kecerdasan homo sapien, dengan syarat jika kita mengartika ekonomi sebagai suatu cara untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup. Kita berkembang hingga sekarang secara ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin lama kita semakin menemukan cara untuk menemukan cara memudahkan hidup kita.


Tetapi kita bisa mencoba membongkar apakah ekonomi mutlak sebagai salah satu yang menjadikan kita makhluk yang cerdas, kita mempunyai lompatan kultural yang sungguh jauh dari nenek moyang kita, saat ini mungkin sudah tak bisa dikatakan seperti itu lagi.
Kita sudah terpaku di jaman yang katanya modern saat ini, dengan semua intrik permasalahan yang sosial ekonomi yang terjadi saat ini memungkinkan kita untuk berkaca ulang apa sebenarnya yang terjadi dengan peran ekonomi itu sendiri terhadap kecerdasan kita di sekarang ini, melalui pendidikan berbasis kurikulum , yang sesungguhnya saya secara subjektif menganggap itu semua sampah, karena kita menjadi kelihatan makhluk yang tak pernah mempunyai cara mengetahui sesuatu yang baru, tidak seperti yang telah dilakukan para nenek moyang kita yang selalu menemukan cara baru untuk memenuhi dan memudahkan kebutuhan hidupnya atas lompatan kultural yang terjadi, di saat ini kita tidak dijadikan makhluk inteligensi, kita dengan kurikulum pendidikan berbasis mayoritas di dunia sekarang hanya menjadikan kita robot penghafal sebagai mesin dari kontestasi politik para korporasi raksasa yang ada dijaman sekarang, di jaman sekarang saya hanya bisa bilang kita hanya sampah,  jika melihat perbandingan kehidupan sosial nenek moyang  kita yang menjadikan itu sebagai media pengembangan diri atas suatu permasalahan tertentu , semisalnya memenuhi kebutuhan. Mereka terus menerus belajar dari alam atau bisa di bilang beradaptasi menjadikan pola sosial yang menyatu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat mempermudah kehidupannya.
Kelihatan sebagai sebuah paradoks raksasa sebenarnya kita terlihat sengaja di buat tidak boleh mengetahui apa apa, proses panjang sampai terjadinya kontestasi bisnis maha agung yang terjadi sekarang ini, atau dengan hipotesis singkat, kita diperbodoh melalui pendidikan.


Basis pendidikan yang ada pula menjadikan kita mayoritas seperti sekarang ini , kita seperti robot penghafal, dan jika kita masih mempercayai basis ilmu yang terdapat di sistem pendidikan sekarang yang dapat mempengaruhi kecerdasan ras manusia itu hanyalah non sense pada kenyataannya.
Kita seperti makhluk yang menyedihkan, kita bahkan tak pernah bisa berperan lebih dalam membantu kebaikan alam yang telah membantu proses keberadaan kita, kita menyembah sesuatu yang tidak kelihatan, tetapi kita menghancurkan sesuatu yang jelas jelas ada kelihatan dan berperan dalam kehidupan kita.
Makhluk macam apa kita ini, dijaman sekarang saya tak bisa menyatakan lagi bahwa mayoritas sudah tidak bisa dikatakan makhluk yang berintelegensi lagi, dengan sistem pendidikan yang ada kita mendukung terjadinya pemudaran atas stigma makhluk yang berinteligensi.
Secara ekonomi yang diterapkan dijaman sekarang memang harus demikian adanya, untuk mendukung hukum kekal bisnis yang ada, pendidikan pun juga menjadi seperti demikian adanya, dan entah apa yang diperlukan lagi bahwa apa yang telah dilakukan homo sapiens saat ini, proses lompatan kultural yang panjang menjadikan kita mempunyai gejolak tersendiri.
Basis waktu pun turut berperan dalam perkembangan kehidupan ras manusia dan sosialnya, entah itu pergerakan materi partikel elementer di alam semesta yang sungguh tidak dapat diprediksi menjadikan kita makhluk seperti sekarang, tetapi dengan keyakinan yang ada saya dapat dengan optimis manusia mampu melewati fase ini di lompatan kultural pada abad abad selanjutnya.
Dan menjadikan stigma kita yang mengaku sebagai makhluk yang berintilegensi tinggi menjadi suatu pewujudan yang nyata, dan membuktikan kita sebagai makhluk mencapai evolusi yang paling tinggi di muka bumi.

Sekian...




[1]  S keyes & jacque fresco . looking forward . chapter 1 . long journey of human life

Ujian Nasional

penulis: Dimas Auliantoro (1113046000032)



Ujian Nasional

             Sebelum tahun 2015, pemerintah menetapkan  ujian nasional sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi seluluruh siswa SD, SMP dan SMA sederajat. Jadi, menempuh pendidikan SD 6 tahun hanya ditentukan lulus atau tidaknya hanya  dengan 4 hari ujian. SMP dan SMA yang menempuh pendidikan 3 tahun, hanya ditentukan juga dengan 4 hari mengikuti ujian saja. Menurut saya dijadikannya ujian nasional sebagai satu-satunya syarat kelulusan bagi seluruh siswa itu kurang tepat, karena siswa-siswa yang sudah mengikuti belajar mengajar selama 6 dan 3 tahun hanya ditentukan dengan mengikuti ujian 4 hari saja. Jadi tujuan sekolah untuk para siswa hanya untuk lulus dari ujian nasional. Dengan begitu akan banyak siswa-siswi yang akan stres karena jika tidak lulus satu pelajaran maka tidak akan lulus semuanya. Itu menjadi tidak adil karena mereka disepanjang menuntut ilmu disekolah hanya terfokus nantinya pada ujian nasional saja.
Nantinya yang akan terjadi siswa-siswi akan beramai-ramai mengumpulkan uang untuk membeli kunci jawaban, karena mereka ingin hasil ujian nasionalnya lulus dengan aman dan mereka yakin bahwa jika membeli dan memakai kunci jawaban itu pasti akan lulus karena ini sudah terjadi turun menurun. Bahkan dibeberapa sekolah, ada oknum guru-guru yang menganjurkan untuk membeli kunci jawaban dan dibeberapa sekolah lain, ada juga yang langsung membelikan kunci jawaban untuk siswa-siswinya. Tidak hanya itu, bahkan ada juga guru-guru yang mengerjakan soal-soal ujian nasional dipagi hari sebelum ujian nasional dimulai. Hal ini terjadi karena sekolah tidak ingin nama baiknya tercoreng karena ada siswa-siswinya yang tidak lulus.
Dengan begitu, diadakannya ujian nasional akan menjadi sia-sia, karena ujian itu sendiri tidak murni dikerjakan oleh siswa-siswinya masing-masing, walaupun ada dibeberapa sekolah yang siswa-siswinya mengerjakan dengan hasil sendiri tanpa bantuan kunci jawaban. Jadi, sebenarnya ditetapkannya ujian nasional ini menjadi satu-satunya syarat kelulusan itu kurang tepat. Seharunya penilaian etika, moral dan budi pekerti selama siswa-siswi menuntut ilmu dipendidikan tersebut menjadi syarat kelulusan juga karena itu akan berpengaruh kepada kehidupan kedepannya dan sebaiknya pemerintah berdiskusi dengan guru-guru mengenai hal yang paling tepat untuk menentukan kelulusan itu apa saja kriterianya. Karena guru lah yang paling dekat dengan siswa-siswinya dan yang paling paham mengenai hal tersebut.